RAMPI/LUWU UTARA — Ada peristiwa yang sungguh menyayat kalbu, terjadi di Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Ceritanya bermula, saat mendiang Mesak Wungko menderita penyakit gagal ginjal dan menghembuskan nafas terakhir di RSUD Sawerigading, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Jumat (1/12/2017).
Puluhan warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, terpaksa bahu membahu menggotong jasad keluarga sejauh 36 kilometer.
Mereka menggotong jenazah mendiang Mesak Wungko dari wilayah Bada, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menyusuri hutan belantara yang masih ‘perawan’ ke Onondowa.
Keluarga korban, Frans Aris Paelo, seperti dikutip Tribun, menyebutkan, mereka terpaksa menggotong mayat karena tidak mampu mencarter pesawat.
“Ceritanya begini, pada hari Jumat mayat Mesak ingin kita bawa ke Onondowa menggunakan pesawat. Tapi tarifnya terlalu mahal Rp 50 juta,” ujar Frans, Minggu (3/12/2017).
Karena tidak mampu membayar sewa carter pesawat perintis, mereka sepakat membawa mayat Mesak ke wilayah Bada menggunakan ambulans.
BACA JUGA: Walikota Stop Dana Hibah Kedatuan, Ini Kata Datu Luwu
“Akses dari Bada ke Onondowa baru berupa jalan setapak yang hanya bisa dilalui motor modifikasi, makanya kami gotong selama sehari,” katanya.
Rampi berjarak 86 kilometer dari Masamba, ibu kota Luwu Utara dan merupakan salah satu kecamatan terpencil.
Hanya ada dua akses menuju Rampi, yakni dari Masamba dan melalui Bada, Sulawesi Tengah.
Jika lewat Masamba, harus menumpang pesawat perintis dari Bandara Andi Djemma atau bisa menggunakan motor modifikasi menyusuri jalan setapak yang cukup ekstrim.
Sementara jika melalui Bada Sulawesi Tengah, dirasa relatif ‘lebih dekat’.
“Kami memilih ke Bada supaya lebih dekat menggotong mayat ke Onondowa, kalau dari Masamba jauh sekali,” katanya.
Foto yang diunggah netizen bernama Nefliati Lasoru sontak membuat air mata warganet meleleh.
Mereka tak menyangka, jika di Sulawesi Selatan, masih ada kawasan yang masih sangat terpencil, belum ada infrastruktur jalan dan sulit dilalui kendaraan bermotor biasa.
“Seprimitifnya pedalaman Papua, tak ada warganya ditandu sampai berpuluh puluh kilometer jika meninggal dunia, kasihan warga Rampi,” cetus warganet.
Berikut foto-foto yang diunggah netizen di Facebook, saat alm. Mesak Wungko meninggal di RSUD Sawerigading dan saat akan ditandu berjalan kaki menuju peristirahatannya yang terakhir.(*)
BACA JUGA: Alamak! Harga Kursi di Pilgub Sulsel Naik Berlipat-lipat, Sudah Tembus Rp2 Miliar?