BANDUNGAN/KAB. SEMARANG — Bunga sedap malam, atau polianthes tuberosa, adalah tumbuhan hijau abadi dari suku asmat. Dalam bahasa Melayu disebut sundal malam karena mekar dan wanginya yang harum di malam hari. Minyak dari bunga ini digunakan dalam pembuatan parfum.
Kawasan Bandungan, Kabupaten Semarang, adalah salah satu wilayah wisata yang dikenal dengan cuacanya yang dingin dan sejuk. Banyak yang tahu, suasana dingin dan sejuk di kawasan itu bukan hanya tawaran satu-satunya. Dinginnya cuaca Bandungan juga diimbangi dengan tawaran kehangatan tawa dan tubuh dari perempuan muda dan paruh baya yang bersedia menemani tamu-tamu yang berkunjung.
Imej itu sudah tertanam, sehingga seorang kepala desa bernama Juli ingin memberi alternatif. Kepala desa Pasekan itu juga ingin memberikan layanan harum lain kepada siapapun yang ingin mengunjungi kawasan Bandungan. Dan jawabannya adalah wisata bunga sedap malam.
Desa Pasekan terletak di ketinggian sekitar 600-900 meter di atas permukaan laut. Letaknya barat daya Wonogiri, sebelah timur Waduk Gadjahmungkur, Jawa Tengah. Secara administratif berada di dalam Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Mayoritas penduduknya hidup dari pertanian dan peternakan.
Juli paham benar bahwa desanya punya banyak potensi wisata. Selain pemandangan yang indah, terdapat berbagai spot wisata sejarah seperti goa Jepang hingga monumen peninggalan Jepang. Namun hal itu tak bisa menyentuh langsung warganya yang kebanyakan petani dan peternak. Jawabannya? Wisata agrikultur dalam wujud kampung sedap malam.
Sebagai kepala desa, Juli mendapat jatah tanah bengkok, yang luasnya lebih dari 4 hektare. Juli sebelumnya sudah berhasil membangun bisnis sendiri dengan membangun ternak ayam pedaging. Olehnya, tanah bengkok itu ditanami dengan bunga sedap malam yang tumbuh subur. Sejumlah warga desanya dia minta bekerja di lahan itu. Juli juga berhasil menjual hasilnya ke Jakarta dengan harga sekitar Rp 2.000.
Lahan itu banyak menarik perhatian pelintas hanya sekedar untuk berfoto atau membeli langsung bunga itu. Itulah yang menginspirasi mereka untuk mengembangkan lahan itu lebih jauh.
“Kalau dijual cuma Rp 2.000. Bagaimana kalau kita sediakan sebagai lahan wisata selfie (swafoto) bunga sedap malam? Bisa dapat Rp 4.000 sampai Rp 5.000. Nanti yang Rp 1.000 darinya untuk warga desa. Itu idenya,” kata Juli saat ditemui belum lama ini.
Tapi bagaimana cara mempercantik sekaligus memudahkan pengunjung masuk ke tengah-tengah lahan bunga sedap malam itu? Juli dan warga desa lalu mendapat ide untuk membangun sebuah jembatan. Dirancang sedemikian rupa dengan motif berbentuk bintang. Jembatan itu dinamai jembatan bintang.
Untungnya, pemerintah pusat memiliki program pemberdayaan dengan memberikan dana desa. Oleh Juli, sebagian dari dana desa itu dialokasikan untuk membangun jembatan itu.
“Sehingga kayak lahan wisata jadinya,” imbuh dia.
Bagi Juli, ini adalah permulaan dari visinya agar lahan tanah bengkok tak melulu jadi jatah kepala desa. Warga sendiri yang harus mengelolanya. Desa akan mendanai lewat dana desa. Dengan itu pula, dana desa itu takkan sia-sia dan berpotensi dikorupsi oleh pejabat desa seperti dirinya.
“Jadi supaya dana desa benar-benar untuk kemaslahatan warga desa,” kata Juli, ayah dua anak.
Ke depan, selain mengembangkan wisata bunga sedap malam lewat branding kampung sedap malam, Juli juga akan mengalokasikan sebagian dari dana desa mereka untuk badan usaha milik desa (BUMDes) yaitu peternakan ayam. Pada 2018, sekitar Rp 200 juta dari jatah dana desa Pasekan akan digelontorkan untuk membangun sejumlah kandang ayam agar bisa dikelola desa.
“Bagi saya, ini semua sejalan dengan cita-cita Pak Jokowi yang ingin mendorong ekonomi kerakyatan,” kata Juli, pria berkacamata dengan penampilan rapi bergaya anak muda zaman sekarang.
Juli juga paham benar akan pentingnya promosi dan pemanfaatan teknologi informasi. Dia mengirimkan sebuah video untuk menggambarkan kampung sedap malam dan desanya.(*)
Sumber: Berita Satu