HUKRIM — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menetapkan tiga tersangka dalam kasus pungutan liar pengurusan jenazah korban tsunami Selat Sunda di Rumah Sakit dr Derajat Perwiranegara Kabupaten Serang.
Kapolres Serang Kota Ajun Komisaris Besar Firman Effendi menyatakan ketiga tersangka itu merupakan petugas di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSDP Kabupaten Serang.
“Kapolda bentuk tim khusus, yaitu gabungan antara Tipikor Polres dengan Tipikor Polda,”kata Firman kepada Tempo Sabtu malam, 29 Desember 2018.
Dari hasil penyidikan itu, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni F, merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di IKFM RSDP Serang, dan dua orang karyawan CV Nauval Zaidan berisial I dan B. Perusahaan Nauval Zaidan merupakan rekanan RSDP Kabupaten Serang khusus untuk pelayanan ambulans jenazah.
Menurut Firman, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal yang kami kenakan selain Tipikor juga pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Tindak Pidana Pemerasan,” kata Firman.
Penetapan tiga tersangka itu berdasarkan pemeriksaan lima saksi kunci dan dua alat bukti berupa dokumen kuitansi pembayaran dan uang tunai sebesar Rp 15 juta.
Dengan ditetapkannya tiga tersangka itu, tak urung membuat Paguyuban keluarga marga Punguan Pomparan Toga Sinaga Boru (PPTSB) yang diwakili Badiamin Sinaga berterima kasih atas respons cepat Polda Banten itu.
Badiamin mengatakan pihaknya merupakan korban yang dirugikan atas pungli jenazah anggota PPTSB. Badiamin juga menyesalkan pungli yang terjadi di RSDP Serang dilakukan petugas dengan memungut biaya pemulasaran enam jenazah korban tsunami Selat Sunda.
“Kami berharap uang kembali, karena ada keluarga yang meminjam dulu uang untuk memenuhi pembayaran pengurusan jenazah itu,” kata Badiamin terpisah.
Kepada Tempo, Badiamin mengatakan pungutan yang diminta keseluruhan bernilai lebih dari Rp 6 juta untuk enam jenazah.
“Ada permintaan biaya pembayaran penanganan dan pemulangan jenazah oleh petugas bernama Leonardo. Bukti pembayaran keluarga kami diberi kuitansi,” kata Badiamin kepada Tempo, Jumat, 28 Desember 2018.
Badiamin mengatakan keseluruhan ada enam jenazah yang dipungut biaya, empat jenazah dewasa, dan dua lainnya jenazah bayi. “Kami sudah ada bukti tiga kuitansi, tiga kuitansi lagi masih disimpan keluarga karena masih berduka,”kata Badiamin. Untuk korban jenazah Ruspita Br Simbolon 40 tahun, petugas meminta Rp 3,9 juta.
Dalam tiga lembar kuitansi yang salinannya diperoleh Tempo terbaca nominal Rp 3,9 juta sebagai biaya untuk membayar pemulasaran jenazah, formalin dan mobil jenazah diterima petugas tertulis Leonardo senilai Rp 3,9 dari Leo Manulang.
Pada lembaran kertas kuitansi itu paling atas tertulis Rumah Sakit Umum Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Manulang juga membayar Rp 1,3 juta untuk biaya formalin dan pemulasaran jenazah. Satu kuitansi lagi dibayar Sumardi Sinaga sebesar Rp 800 ribu untuk biaya pemulasaran jenazah dan formalin. Untuk kuitansi ini ditulis tangan, sedang dua kuitansi sebelumnya dengan ketikan mesin.
“Korban dipulangkan ke Perumnas Klender Jakarta Timur, juga dua korban bayi Satria Sinaga (6 bulan) dan Tianti Timothy Br Simbolon (1). Mereka bukan keluarga inti melainkan kerabat satu marga,”kata Badiamin.
Untuk Timothy, petugas RSUD Serang memungut biaya Rp 1,3 juta dengan perincian pemulasaran jenazah dan formalin. Sedangkan untuk Satria karena masih bayi, petugas pemungut Rp 800 ribu dibayar ayah Satria, Sumardi Sinaga yang selamat dari tsunami.
“Pemulangan jenazah Timothy dan Satria masing-masing menggunakan kendaraan pribadi. Kalau jenazah Ruspita dengan ambulans rumah sakit,”kata Badiamin.
“Untuk Wela, diminta biaya formalin dan pemulasaran jenazah, korban dibawa ambulans milik gereja dari daerah asal di Gunung Putri,” kata Badiamin.
Badiamin mengatakan para korban merupakan kerabat satu marga Sinaga. Mereka pada saat kejadian Tsunami Selat Sunda menerjang sedang berkumpul untuk wisata sekaligus arisan di Villa Tamaro 212 Carita, Kabupaten Serang. Mereka berkumpul di villa itu dengan titik kumpul keberangkatan dari Perumnas Klender.
“Ada 20-an keluarga, banyak korban selamat meski luka-luka. Tujuh orang dinyatakan meninggal,”kata Badiamin.
Dari tujuh korban meninggal, hanya jenazah Ojak Pandiangan yang bebas biaya pungutan rumah sakit. “Ojak ditemukan belakangan dan dikirim Basarnas ke RSUD Pandeglang. Ojak merupakan suami Ruspita,”kata Badiamin.
Badiamin baru menyadari setelah membandingkan penanganan berbeda dari dua rumah sakit umum itu. “Jenazah Pak Ojak tidak dipungut biaya di RSUD Pandeglang, tapi kenapa di RSDP Serang dipungut biaya. Jadi saat bayar pun ada yang pinjam dulu karena memberatkan,”kata Badiamin.(**)