Aldama Putra Dianiaya Seniornya, Pihak Kampus ATKP Makassar Awalnya Pura-pura Tidak Tahu?

MAKASSAR — Tragis. Kekerasan dalam dunia pendidikan rupanya tak pernah usai dan selalu saja terus berulang dengan kejadian yang memilukan sekaligus amat sangat memalukan. Kali ini seorang taruna Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP), Aldama Putra Pangkolan (19 tahun) tewas dengan sekujur tubuh penuh luka lebam karena dianiaya bak binatang oleh seniornya yang keparat. Kepala Polrestabes Makassar Kombes Polisi Dwi Ariwibowo mengatakan, kasus Aldama Putra ini terungkap setelah pihak keluarga curiga dengan kematian korban yang penuh dengan luka lebam. Sedangkan, pihak kampus ATKP menyatakan Aldama Putra yang merupakan taruna tingkat pertama itu terjatuh di kamar mandi pada, Minggu (3/2/2019) malam. “Pihak keluarga tidak terima dengan kematian korban, kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polsekta Biringkanaya dengan nomor polisi LP/91/II/2019/Restabes Makassar/Sek Biringkanaya. Polisi pun kemudian melakukan penyelidikan dan mengotopsi jenazah korban. Dari hasil otopsi, pihak dokter RS Bhayangkara menyatakan korban meninggal karena penganiayaan,” ujar Dwi saat jumpa pers, Selasa (5/2/2019). Dikutip MediaDutaOnline dari Tribun Makassar, rupanya kematian Aldama hanya masalah sepele, awalnya hanya gara-gara helm. Pihak Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP) dikabarkan sempat menutupi kasus kematian Aldama Putra Pangkolan, taruna tingkat pertama yang tewas setelah dianiaya seniornya, Muh Rusdi (21), Minggu dua hari lalu. Hal itu terkuak, dari pengakuan ayah Aldama, Pelda Daniel P, saat dikonfirmasi pewarta, Selasa (5/2/2019) malam. Menurut Pelda Daniel, pihak ATKP mengatakan, Dama sapaan akrab almarhum, meninggal dunia setelah terjatuh dari kamar mandi. Namun, fakta di lapangan, menurut Daniel, putra semata wayangnya itu tewas setelah menderita beberapa bekas luka di bagian wajahnya yang diduga akibat penganiayaan. “Saya ditelpon malam-malam oleh pengasuh anak saya di ATKP, katanya bisa merapat ke RS Sayang Rakyat soalnya anak saya (Aldama) katanya jatuh, jadi awalnya perkiraan saya hanya luka atau patah. Pas saya tiba (di RS Sayang Rakyat) saya disambut pelukan dan berkata, “bapak yang sabar yah… kami sudah berusaha tapi apa daya’, di situlah saya lansung seperti tidak bisa berkata-kata lagi karena dipikiran saya anak saya sudah meninggal,” cerita Daniel. Daniel yang shock mendengar kabar anaknya telah tiada, pun berusaha tegar dan menenangkan diri. “Beberapa saat, saya diberi air putih minum, saya bilang bisa saya lihat anak saya. Jadi saya diantar masuk ke UGD dan melihat anak saya sudah diselimuti,” cerita Daniel dengan nada sedih. Ia pun membuka kain penutup jenazah anaknya dan melihat langsung wajah Aldama. “Saya buka kainnya, saya lihat wajahnya banyak luka-lukanya di kepalanya, di pelipis, dan di bawah matanya,” ujar Daniel. Daniel pun menanyakan ke pengasuh Aldama di ATKP, terkait penyebab kematian putranya. Namun, kata Daniel, pihak ATKP berusaha menutupi kasus penganiayaan yang menewaskan putranya dengan berkata ‘terjatuh di kamar mandi’. “Saya tanya, anak saya ini mati karena apa. Dari ATKP, pengasuhnya itu bilang anak saya jatuh di kamar mandi,” ungkap Daniel. Jawaban pihak ATKP tidak diterima Daniel, lantaran kondisi Aldama yang mengalami sejumlah luka di wajahnya. “Jadi informasi-informasi ini seolah menutupi mereka punya ini, jadi saya berharap kalau bisa jangan seperti ini, berbohong menutupi kasus ini, makanya saya tidak percaya anak saya jatuh di kamar mandi,” ungkap Daniel. Daniel begitu meyakini anaknya tewas dianiya lantaran melihat sejumlah luka yang diderita anaknya. “Saya tahu betul anak saya itu dianiaya, wong saya rasakan kok waktu pendidikan seperti apa penganiayaan itu,” ujar prajurit TNI AU itu. Daniel pun berharap, agar pihak ATKP lebih meningkatkan pengawasan terhadap taruna-taruninya agar tidak bernasib sama yang dialami Aldama. “Harapan saya ke pihak kampus (ATKP) tingkatkan pengamanan di dalam, baik taruna-taruninya maupun pengasuhnya, supaya tindak kekerasan di dalam itu berkurang dan kalau bisa tidak ada lagi,” ujar Daniel. Daniel berharap, kasus kematian Aldama akibat penganiayaan tidak lagi terjadi di masa-masa mendatang. “Cukuplah anak saya (Aldama) yang seperti ini, jangan lagi ada generasi-generasi berikutnya yang menjadi korban seperti ini,” harapnya. Dalam kasus kematian Aldama, pihak Polrestabes Makassar menetapkan satu tersangka bernama Muh Rusdi (21) yang merupakan taruna senior Aldama. Jenazah Alamada disemayamkan di rumah duka Jalan Leo Watimena 4, No 5 kompleks Landasan Udara (Lanud) Hasanuddin. Jenazah Almada dimakamkan di pekuburan umum Parangalla, Rabu 6 Februari 2019, siang tadi.(**)

Pos terkait