Oleh: Asyari Usman
OPINI — Tidak ada seorang pun negarawan dan figur moral yang tampil menegur pencurangan hasil pilpres. Padahal, tidak mungkin mereka tak tahu soal kecurangan itu.
Kita punya Pak Jusuf Kalla, diam membisu. Kita punya Bu Megawati, diam seribu bahasa. Kita punya figur moral seperti Syafi’i Maarif, Said Aqil Siraj, Gunawan Mohamad, dll, tapi tutup mulut tak bersuara.
Mungkinkah ke-diam-an Anda itu membenarkan dugaan bahwa kecurangan baru akan Anda disebut kecurangan kalau itu merugikan Jokowi? Entahlah. Yang jelas, seperti itulah yang terjadi saat ini.
Pak JK, Bu Mega, dan para figur moral lainnya. Bapak-Ibu tahu ada kecurangan dalam pilpres yang sifatnya masif, di seluruh pelosok negeri. Anda bisa lihat bukti-bukti tentang perbuatan tercela yang sengaja dilakukan oleh KPU.
Anda bisa lihat kecurangan yang sengaja dilakukan oleh KPPS, yang sengaja dilakukan oleh orang-orang yang tak rela Jokowi kalah. Yang terang-terangan dilakukan oleh lembaga-lembaga survei dan media massa mainstream.
Tapi, mengapa Anda semua diam? Tidakkah Anda menyadari bahwa kecurangan pilpres ini akan berdampak besar dan panjang pada kepercayaan publik terhadap demokrasi? Atau, apakah Anda semua masuk ke dalam sangkaan rakyat bahwa demokrasi itu akan disebut demokratis kalau yang menang adalah orang-orang yang Anda sukai.
Bapak-Ibu yang terhormat. Jika sangkaan itu benar, itu berarti Anda semua ikut merestui kesewenangan para pemegang kekuasaan. Anda ikut merestui pembunuhan demokrasi yang lahir bukan dari lingkungan yang Anda sukai.
Pak JK, Bu Mega, dan para figur moral lainnya! Kalau seperti itu Anda melihat dan menginginkan demokrasi di Indonesia, itu berarti Anda merestui proses penumpukan diskonten di tengah masyarakat. Itu berarti Anda semua merestui proses fermentasi diskonten itu menjadi bom waktu yang sangat berbahaya bagi bangsa dan negara.
(*)