JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa pengakuan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin yang telah mengembalikan uang Rp 10 Juta kepada KPK sangat disayangkan.
Sebab, Lukman mengembalikan uang yang diduga didapatkan dari Kakanwil Jawa Timur Haris Hasanuddin itu pada 9 Maret 2019 lalu setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) Romahurmuziy, Haris Hasanuddin, dan Muafaq Wirahadi, pada 16 Maret 2019 lalu.
“Jadi sekitar satu minggu setelah OTT dilakukan, Menag melaporkan gratifikasi sejumlah 10 juta. Tapi, karena laporan itu baru disampaikan setelah OTT atau setelah proses hukum dilakukan, maka sesuai dengan prinsip dasar pelaporan gratifikasi itu harusnya berdasarkan kesadaran,” kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan Jakarta, Rabu (8/5).
Febri mengatakan, berdasarkan peraturan di KPK bahwa pelaporan gratifikasi seharusnya berdasarkan kesadaran bukan karena unsur keterpaksaan untuk mengembalikan. Karenanya, pengembalian uang Rp 10 Juta dari Lukman belum dapat diproses oleh KPK.
“Sesuai dengan peraturan internal di KPK, pelaporan gratifikasi ini belum kami tindaklanjuti dengan penerbitan SK kepemilikan atau status gratifikasi. Karena mesti dikoordinasikan kepada penyidik dahulu dan akan menunggu proses hukum yang sedang berjalan saat ini,” jelas Febri.
Sebelumnya, Menag Lukman telah mengaku menerim uang Rp 10 Juta yang diduga didapatkan dari Haris Hasanuddin dan telah dikembalikan ke KPK sebulan lalu.
“Jadi, terkait dengan uang 10 juta itu saya sudah sampaikan kepada penyidik KPK bahwa sudah lebih dari sebulan yang lalu uang itu sudah saya laporkan kepada KPK. Jadi, saya tunjukkan tanda bukti laporan yang saya lakukan bahwa uang itu saya serahkan kepada KPK,” ungkap Lukman usai diperiksa penyidik KPK sesaat lalu.
Lebih lanjut, Febri menegaskan bahwa KPK belum dapat menindaklanjuti pegembalian uang dari Menag Lukman karena tidak sesuai dengan peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan Gratifikasi.
“Maka, jika laporan tersebut baru disampaikan sesudah dilakukan proses hukum, dalam hal ini OTT, maka laporan tersebut dapat tidak ditindaklanjuti sampai penerbitan SK. Oleh karena itulah perlu menunggu proses hukum di Penyidikan yang sedang berjalan,” demikian Febri.
KOMENTAR REDAKSI:
Mengapa para pejabat kita dalam menafsirkan penegakan hukum itu sendiri cenderung pragmatis.
Seolah-olah, hukum itu hanya jadi poin ke sekian, alias tidak dianggap begitu penting.
Jadi, jika tidak ketahuan, gratifikasi tersebut tidak akan dikembalikan? Mari tegakkan hukum seadil-adilnya tanpa pandang bulu!
Mari dukung KPK bersihkan negeri ini dari penyakit korupsi yang semakin merajalela.
(*)