JAKARTA — Keluarga almarhum M. Harun Rasyid (15) korban kerusuhan aksi 22 Mei 2019 di Jakarta menemui pimpinan DPR, di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin kemarin (28/5).
Didin Wahyudin orang tua almarhum Harun yang diterima Wakil Ketua DPR Fadli Zon menceritakan perihal meninggalnya sang anak dan beberapa kejanggalannya.
“Perih buat saya, perih sekali, ketika saya dikabarkan bahwa anak saya sudah dalam keadaan jadi jenazah di Polsek Kramat Jati, tadinya dikabarkan di RS Dharmais karena tidak ada identitas katanya, ada di RS Kramat Jati,” kata Didin.
Harun Rasyid anak kedua dari tiga bersaudara. Dia adalah anak laki-laki satu-satunya.
Didin mengatakan, keluarga mengaku heran kenapa jenazah Harun susah sekali diambil. Keluarga mengetahui Harun meninggal dunia pada Kamis malam (23/5) dan langsung mereka ke RS, tapi almarhum baru bisa dibawa pulang pada Jumat pagi (28/5).
“Waktu mengambil jenazah anak saya sulit sekali. Kenapa mengambil jenazah saja harus besok, padahal malam itu saya pingin sekali anak saya buru-buru dibawa pulang,” cerita Didin.
“Jadi malam itu saya enggak tahan untuk berjalan, sudah lemas. Saya wakilkan pada adik saya dan orang tua saya bapak saya untuk ambil jenazah di Kramat Jati. Tapi disana katanya harus melalui prosedur untuk mengambil surat pengantar dari Polres Jakbar. Setelah dari polres, sudah malam katanya besok harus kembali lagi jam 8,” lanjut dia.
Jumat pagi, perwakilan keluarga sudah tiba di Polres Jakbar meski sempat menunggu. Yang menjadi pertanyaan, keluarga korban tidak boleh menuntut apapun sesudah jenazah diambil.
“Pagi, orang tua saya ke sana, kapolres belum datang, jadi baru bisa ditandatangani jam 9 baru diantar ada dari kapolres. Lalu sampai sana harus di autopsi dulu, tapi satu hal di situ ada pernyataan keluarga korban tidak boleh menuntut siapapun apapun, dan keduanya untuk dilakukan autopsi. itu digabung. Jadi saya bingung harus tandatangani, yang mana adik saya, jadi sebelum berangkat, ke adik saya saya pesan, jangan tandatangani satu lembar kertaspun kalau belum jelas. Karena ada instruksi dari saya itu, adik saya kebingungan,” papar Didin.
“Saya tunggu lama, ternyata bapak saya suruh tanda tangan saja sudah terlalu lama, kasihan, dua hari dua malam anak saya di Polres Kramat Jati. Sudah tanda tangan saja, jadi memutuskan untuk tanda tangan,” lanjut dia.
Saat keluar dari polres, jenazah almarhum Harun sudah rapi. Sudah pakai kain kafan, tinggal disalatkan dan dimakamkan. Tapi hasil autopsi tidak diberikan.
“Di situ saya mempertanyakan kenapa hasil autopsi tidak diminta, apa memang tidak dikasih. Dan setelah sampai rumah, saya minta buka semua itu kafan, tapi dilarang sama keluarga saya, kata bapak saya katanya kasihan, sudah dua hari dua malam, kalau mau lihat buka saja wajahnya. Padahal saya pengen dimandikan lagi dan saya siap memandikan lagi. Tapi karena sudah terlalu sore sudah jam 3 sampai rumah, saya lihat wajahnya saja setelah itu dimakamkan,” ungkap Didin.
(*)