PALOPO — Diberlakukannya Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 sebagai acuan Penerimaan Peserta Dididk Baru (PPDB) menuai berbagai respon publik.
Tidak sedikit yang menolak aturan tersebut karena dianggap membatasi siswa untuk menempuh pendidikan di sekolah-sekolah tertentu.
Melekatnya predikat sekolah unggulan dan sekolah favorit menjadi salah satu pemicu banyak orang tua siswa menginginkan anaknya bersekolah di sekolah tertentu walau pun jarak tinggalnya lebih jauh.
Dengan diberlakukannya sistem zonasi sekolah diwajibkan menerima peserta didik dengan zona terdekat dengan sekolah, dalam PPDB memiliki porsi lebih besar yakni paling sedikit 90% dari total jumlah peserta didik yang diterima.
Polemik sistem zonasi ini ikut ditanggapi Direktur Macca Indonesia Foundation (MIND) Haeril Al Fajri.
Haeril Al Fajri berpendapat bahwa yang lebih penting dari sekadar aturan zonasi dalam PPDB adalah pemerintah harus menghadirkan pemerataan kualitas pendidikan.
“Seharusnya pemerintah terlebih dahulu memberikan pemerataan kualitas pendidikan, infrastruktur sekolah dan kualitas guru adalah dua hal utama yang mesti terlebih dahulu dibenahi,” tutur Trainer Nasional asal Tana Luwu tersebut.
Haeril Al Fajri menganggap tidak ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di tempat yang minim fasilitas dan kualitas, apa lagi di era serba digital sekolah-sekolah harus beradaptasi dengan kecepatan teknologi.
“Semua orang tua ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya, jadi sebaiknya penerapan sistem zonasi ini diawali dengan pemerataan infrastruktur sekolah, saya contohkan semua sekolah harus memiliki jaringan internet yang cepat, laboratorium standar, perpustakaan dengan jumlah judul buku yang merata, sarana olahraga dan seni. Dan yang paling penting adalah distribusi guru yang merata. Jangan di sekolah tertentu guru-guru lulusan S2 dan PNS dikumpul sedangkan di sekolah lain lebih banyak honorer,” ungkapnya
Sistem zonasi memang diharapkan banyak pihak menjadi pemantik semua sekolah di Indonesia memiliki kualitas yang merata.
(*)