MEDU-ONLINE | Lagi dan lagi, kota Palopo kembali menjadi daerah tujuan bencana.
Usai anomali cuaca dan efek badai La Nina, Sabtu (30/10) tepat sepekan lalu, pada beberapa hari terakhir ini, kota idaman seperti sedang diuji nyali kembali. Banjir eh salah, genangan air ada dimana-mana. Terakhir, terjadi lagi pada Kamis, 4 November 2021.
Usai pandemi yang perlahan sirna seiring laju vaksinasi, kini kota berpenduduk hampir 200 ribu jiwa dengan luas wilayah hanya 247,5 kilometer persegi ini sepertinya terus-menerus dirundung duka lara.
Meski tak membawa korban jiwa, namun badai La Nina dengan puting beliung dan hujan derasnya, yang menyebabkan banjir eh genangan air dimana-mana, cukup membuat repot tidak saja warga, tetapi juga Pemerintah Kota.
Karena Pascabanjir, rumah warga termasuk jalanan menjadi kotor oleh endapan lumpur. Tak terhitung, mungkin ratusan bahkan ribuan hektar sawah yang juga terendam akibat bencana ini. Belum lagi ancaman penyakit, seperti gatal-gatal, alergi serta pes pun mengintai.
Mungkin saja karena sering kali terjadi, sehingga eksekutif dan legislatif terlena, hingga menganggap hal ini menjadi lumrah? Ah, masa iya sih.
Dan yang membuat krusial tentu saja penanganan korban pascabencana serta penataan lingkungan hidup termasuk sistem drainase dalam dan luar kota Palopo yang belum terintegrasi dengan baik. Sehingga hujan lebat satu jam saja, sudah cukup membuat warga terlunta-lunta oleh banjir, eh maaf, genangan air, hehe.
Persoalan ini coba kami ulas dengan menghubungi Kepala BPBD Palopo, Antonius Dengen saat dihubungi via WhatsApp beberapa waktu lalu.
Mantan Kadis PUPR itu meminta warga Palopo untuk selalu waspada dan siaga bencana.
Karena menurutnya, anomali cuaca ini utamanya efek La Nina masih akan terus berlangsung, dan menurut prakiraan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) fenomena alam ini masih akan terjadi hingga Februari 2022 mendatang.
Ia juga menyebut, jika sampai hari ini, dana darurat seperti yang pernah disampaikan legislator Baharman Supri di DPRD Palopo yang kisarannya naik dari Rp1 M menjadi 2 Miliar pada tahun ini serta direncanakan naik jadi 4 M pada APBD 2022 – ternyata masih belum cair.
“Belum. Belum ada dana tanggap darurat bencana. Sampai hari ini. Bantuan yang diberikan ke warga itu masih dari Provinsi, dari APBD sendiri belum cair,” kata Antonius saat dihubungi, dan juga melansir Tekape.co, edisi Rabu 3 November 2021.
Inilah yang menjadi titik perhatian, apa musabab dibalik leletnya pencairan dana tanggap darurat yang kini sudah masuk di H Plus 7.
Mengapa hanya sekedar wacana atau bunga-bunga telinga, lips service untuk menenangkan warga yang jadi korban bencana.
Padahal, banjir dan dampak turunan lain dari Badai La Nina, tidak saja membuat sawah ladang para petani di kawasan Telluwanua terancam puso atau gagal panen, tetapi juga perekonomian masyarakat di sekitarnya ikut serta merta lumpuh.
Mungkin saja para Pejabat itu duduk nyaman di kursi empuk sehingga tidak merasakan langsung pedihnya tertimpa bencana.
Mungkin saja para Wakil Rakyat itu masih terima gaji utuh tanpa potongan utang piutang yang harus diselesaikan, misalnya uang pinjaman koperasi, bayar leasing cicilan ini-itu, dan lainnya. Para Wakil Rakyat mungkin saja tak pernah merasa jeri setiap kali bencana menghampiri gubuk dan sawah ladang para hamba sahaya yang mata pencarian utamanya hanya bertani, beternak dan berladang.
Sementara itu, Baharman Supri, dengan lugas meminta Pemkot tidak menahan-nahan gelontoran dana APBD bagi warga korban bencana di sejumlah titik di dalam kota Palopo.
“Kami di DPRD Palopo menaruh harapan besar agar dana tanggap darurat bencana cepat dicairkan. Dananya ada kok. Waktu rapat evaluasi anggaran di Pemprov Sulsel bersama TAPD (Pemkot, red), awalnya oleh Sekda diusulkan cuma 1 M. Alasannya jarang terjadi bencana di Palopo. Saya bilang jangan, itu harus ditambah. Karena semua tetangga kita di Luwu Raya sudah tertimpa bencana, sisa Palopo yang belum. Tidak kita minta-minta (bencana datang), tetapi jika ada, kita ready,” tutur Baharman, legislator Golkar, Minggu pekan lalu, sehari setelah badai La Nina yang membuat atap seng penduduk di Palopo beterbangan laksana kertas HVS, (31/10/2021).
Berbeda dengan penjelasan BPBD Palopo, masih terkait hal ini, Kepala Dinas Sosial Palopo, Awaluddin, saat dihubungi Media Duta Online, Sabtu pagi, (6/11) mengatakan, bantuan untuk korban bencana telah disalurkan pihaknya, baik yang berasal dari dana APBD maupun bantuan dari Provinsi.
“Alhamdulillah, kalau kami di Dinsos Palopo sudah menyalurkan bantuan, baik dari APBD maupun yang dari provinsi,” jelas Kadis Sosial.
Ia bahkan mengirimi Redaksi rincian item-item bantuan, mulai dari matras, kids ware, food ware, hingga kasur dan peralatan dapur keluarga yang nominalnya mencapai Rp103.054.075 sebanyak 455 item.
Hanya saja, keterbukaan dan transparansi dari pihak lain, terutama soal anggaran dana tanggap darurat bencana harusnya dibuka lebar-lebar ke publik.
Leading sektor kebencanaan, baik BPBD, Basarnas, Dinsos, Damkar dan lainnya, termasuk kecamatan dan kelurahan terdampak bahkan BPKAD sendiri, tidak boleh abai pada prinsip-prinsip good government dan good governance.
Semua ini, demi peningkatan pelayanan publik di kota Palopo yang sudah berkali-kali mendapat award atas keberhasilannya me-manage layanan publik prima.
Ini tentu saja juga, demi mencegah syak wasangka, pikiran negatif publik atas leletnya pencairan dana tanggap darurat, di saat H plus 7 atau tepat seminggu ketika bencana itu datang melanda kawasan bekas Kerajaan Luwu ini.
Sekian Tajuk Redaksi edisi kali ini. Semoga mencerahkan. Salam.
(*)