JAKARTA — Jatuhnya korban dari masyarakat sipil pada aksi penolakan hasil Pemilu 2019, mengindikasikan Polri telah melakukan tindakan di luar batas kewajaran.
“Itu tindakan di luar prosedur penanggulangan aksi massa,” kata perwakilan alumni Lembaga Bantuan Hukum (LBH-YLBHI), Abdul Fickar Hajar dalam keterangan mereka, Kamis (23/5).
Siaran pers ini juga ditandatangani oleh para alumni LBH-YLBHI, seperti Nusyahbani Katjasungkana, Hermawanto, Dede Nurdin Sadat, Abdul Muttalib, Boedi Widjarjo, Abdul Kadir Wokanubun, M. Hasbi Abdullah, Abd. Azis, Iskandar Sonhaji, Uli Parulian Sihombing dan Johari Efendi.
Polri seharusnya mengedepankan pola-pola yang humanis dan tidak represif, sebagaimana Peraturan Kapolri No. 16/2006 Tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Dan kepada Kepala Negara, diminta agar tidak diam pada situasi seperti ini. Berikan kepastian keamanan dan perlindungan HAM pada rakyat.
“Jika situasi bentrok terus terjadi, maka sesungguhnya korbannya adalah rakyat, dan Presdien harus bertanggungjawab,” ujar Fickar.
Selain jatuhnya korban, alumni LBH-YLBHI menyesalkan temuan dugaan peluru tajam seperti yang ditemukan massa aksi di dalam mobil polisi di ruas jalan Jalan Brigjen Katamso, Jakarta Barat, Rabu (22/5).
“Komnas HAM harus segera membentuk tim investigasi meninggalnya para pengunjukrasa dan temuan peluru tajam,” tutup Fickar.
(*)