Makassar — Selama kurun waktu 2018, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mengungkap ada sebelas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Sulawesi Selatan. Data ini dipaparkan Ketua AJI Makassar Qodriansyah Agam dalam diskusi akhir tahun yang digelar di Makassar, Kamis (27/12/2018).
Dikutip Alagraph.com, dari sebelas kasus tersebut, kata Agam, terdiri dari 9 kekerasan jurnalis saat peliputan dan selebihnya dilapor oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
“Kekekrasan terhadap jurnalis ini terjadi bukan karena jurnalisnya tidak memahami kode etik, tapi mungkin belum membaca,” kata Agam.
Untuk langkah pencegahan, AJI Mskassar melakukan pengayaan berupa pemberian pelatihan tentang kode etik jurnalistik kepada jurnalis-jurnalis di Makassar.
Praktisi Media Aswar Hasan yang juga menjadi pembicara dalam diskusi ini mengatakan, aparat penegak hukum belum serius menangani kasus kekerasan jurnalis. Padahal, tambahnya, jurnalis memegang posisi penting dan harus mendapatkan penghormatan dan perlakuan yang wajar.
“Aparat penegak hukum tentang kekerasan jurnalis belum serius,” katanya.
Tak hanya menyoal kasus kekerasan pers, diskusi bertema “AJI Makassar Menjawab Permasalahan Pers 2018” ini juga mengupas banyak hal tentang masalah-masalah yang dialami insan pers.
Menurut Aswar, persoalan pers masih seputar prinsip priofesionalisme jurnalis. Oleh karena itu, perlu instrospeksi dari masing-masing jurnalis terkait penegakan etika.
“Kadang belum maksimal sehingga muncul tindakan perlakuan tidak semestinya kepada jurnalis. Solusinya adalah meningkatkan profesionalisme,” kata Aswar.
Selain itu, masalah yang kerap terjadi dalam perusahaan pers adalah intervensi dari pemilik modal hingga ke ranah redaksi. Tidak seharusnya pemilik media atau pemodal mengintervensi jurnalis hingga tidak merdeka dalam menjalankan tugas.
“Antara pemilik media dan jurnalisan belum jelas batas api. Perusahaan pers dan keredaksian harus dipisahkan dengan jelas dan tegas. Ini masih menjadi masalah menurut saya,” ujarnya.(**)