OPINI | Sahdan. Raja Luwu tersohor sejagat raya dan dianggap sebagai pedagang ulung pertama nusantara yang mempraktekkan sistem barter kayu Ebony alias aju lotong sampai ke negri tirai bambu (China).
Bayangkan. Beliau harus berjibaku melewati perompak di Laut China Selatan, Mindanao Filipina dan berbagai kelompok perompak beringas di laut lepas.
Tetapi Sawerigading mampu melewati berulang-ulang berdagang pergi kapalnya penuh kayu pulang bawa peralatan rumah tangga kerajaan berupa balubu, gumbang, cimbokang dan lainnya, yang juga dipertukarkan kepada pekerja kayu di Luwu sebagai objek barternya.
Ratusan tahun sepeninggal Sawerigading, pemerintah China menganggap itu sebagai barang antik sehingga peninggalan berupa piring, gumbang (tempayan) atau guci, hingga cimbokang (mangkuk) mulai punah dan semakin langka.
Selain itu ada kepercayaan orang dulu alias leluhur kita di zaman Sawerigading dan sebelum masuknya Islam, ketika ada orang meninggal dunia maka barang-barang milik mereka ikut dikuburkan bersama pemiliknya.
Sawerigading sebagai pelaut ulung yang disegani dan ditakuti oleh bajak laut dan tidak diganggu karena kesaktian ilmunya menghadapi perompak dengan leluasa melintasi laut besar dan dalam, seperti Laut Sulawesi, Jawa, Laut Filipina, Laut China Selatan bahkan berkat kepiawaiannya berkomunikasi melalui media dagang beliau mampu melamar anak kerajaan China bernama We Cudai dan berhasil diboyong pulang ke Tana Luwu, sekaligus meyakinkan generasi berikutnya bahwa ini bukan mitos, atau cerita belaka, tetapi fakta bahwa Sawerigading memang pelaut ulung, pedagang yang mendunia.
Kisah ini harusnya mampu mengedukasi kita semua, bahwa kalau mau sukses besar ikuti saya berdaganglah dan hal itu sejalan dengan beberapa hadits Nabi dan telah dicontohkan oleh beberapa sahabat Rasulullah, seperti Abdurahman Bin Auf.
Sehingga skill sebagai pembuat kapal perlu kita lestarikan dan pelajari kembali sebagaimana Sawerigading dengan kapalnya mampu menembus bukan cuma Nusantara tapi sampai ke Negeri China. Bahan bakunya semua ada di hutan bekas kerajaan Luwu di masa lampau.
Penulis pernah berkunjung ke Bira Bulukumba tempat pembuatan kapal yang tidak pernah berhenti pesanan dari luar negeri ternyata bahan bakunya seperti kayu kaloju, atau kayu besi semua didatangkan dari wilayah bekas kerajaan Luwu di masa lampau,misalnya Luwu Timur, Sulteng dan Sulawesi Tenggara.
Tidak ada salahnya kalau proyek ini dibuat dalam bentuk pelatihan cara membuat kapal pesiar dan izinnya kita tempatkan di Palopo sebagai Wirausaha dan sekaligus sebagai kunjungan wisata di masa depan.
Semoga kisah Sawerigading ini bisa menginspirasi kita semua Wija To Luwu, agar Luwu Raya kembali bangkit dan berjaya di Nusantara.
*) Penulis; Baharman Supri, pemerhati budaya, anggota DPRD kota Palopo