Media Duta, Kutai Timur – Hilirisasi kelapa sawit digadang-gadang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia, kini menjadi fokus utama di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar.
Namun, upaya hilirisasi ini tidak lepas dari sejumlah tantangan, di antaranya masalah replanting (peremajaan tanaman sawit) yang dapat mempengaruhi produksi dalam jangka pendek.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Bambang Bagus Wondo Saputro, mengungkapkan keprihatinannya terkait pelaksanaan replanting yang rencananya akan dilakukan oleh beberapa petani dan perusahaan sawit di daerah ini.
“Replanting dilakukan untuk mengganti tanaman sawit yang sudah berusia 20-25 tahun, yang dianggap sudah tidak produktif, dengan bibit baru yang diharapkan dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dalam jangka panjang,” pungkasnya.
Menurut Bambang, meski tujuan replanting baik, yakni untuk menjaga keberlanjutan produksi sawit, proses ini masih menghadapi risiko penurunan hasil dalam waktu dekat.
“Replanting memang harus dilakukan, tetapi kita belum tahu pasti seberapa berhasilnya. Beberapa daerah, seperti Sumatera dan Penajam di Kalimantan, sudah melakukan replanting, namun hasilnya cenderung mengalami penurunan setelahnya,” ujar Bambang kepada awak media, Rabu (6/11/2024).
Meski demikian, Bambang menekankan pentingnya perencanaan yang matang agar replanting dapat berjalan dengan sukses dan menghindari kerugian bagi para petani. Dia juga menambahkan bahwa replanting merupakan langkah penting untuk memastikan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit tetap terjaga di masa depan.
Selain masalah replanting, Bambang juga menyoroti kelangkaan pupuk yang kian menjadi kendala utama bagi para petani sawit di Kutim. Meskipun petani memiliki dana untuk membeli pupuk, sering kali pasokan pupuk sangat terbatas dan harga yang tinggi menjadi beban tambahan bagi mereka.
“Ketersediaan pupuk juga menjadi masalah besar. Uang ada, tetapi pupuknya sulit didapat, dan kalaupun ada, harganya sangat mahal. Petani tetap membeli karena mereka membutuhkan untuk menjaga kebun sawit mereka,” tambah Bambang.
Bambang berharap pemerintah dapat segera mengatasi kelangkaan pupuk ini agar para petani bisa lebih mudah mendapatkan pasokan dengan harga yang wajar, sehingga mendukung keberhasilan hilirisasi sawit dan kesejahteraan petani di Kutai Timur.
Dengan adanya perencanaan yang matang dan dukungan penuh dari pemerintah, hilirisasi kelapa sawit di Kutim diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian lokal dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah.