Ini Materi Debat ‘Panas’ Sri Mulyani vs Zulkifli Hasan Soal Utang Pemerintah

JAKARTA   Dalam 4 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sempat terjadi perdebatan soal utang antara Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Zulkifli menyinggung cicilan utang pemerintah dalam pidato di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) yang hadir dalam sidang tahunan MPR/DPR 16 Agustus 2018.

Dia mengatakan kemampuan mencicil utang yang dilakukan pemerintah sudah di luar batas kewajaran.

“Rp 400 triliun di 2018 itu setara 7 kali dana desa, 6 kali anggaran kesehatan. Itu sudah di luar batas kewajaran dan batas negara untuk membayar,” kata Zulkifli, Kamis (16/8/2018).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun langsung merespons pernyataan Ketua MPR tersebut. Sri Mulyani menilai kritik tersebut sarat muatan politis untuk menyerang pemerintah. Sri Mulyani bahkan menyebut Zulkifli sesat karena membahas utang tak sesuai data.

Awalnya Sri Mulyani mulai masuk menjelaskan tentang kesehatan postur APBN. Dia memaparkan data tentang turunnya defisit APBN dan keseimbangan primer yang semakin menuju arah positif.

“Ini sebabnya Ketua MPR nyeletuk tentang utang. Perkembangan defisit APBN dan keseimbangan primer hanya untuk membuktikan kami kelola dengan baik, terutama masalah utang adalah sangat hati-hati,” ujarnya di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018), seperti dilansir di laman Detik.com.

Data utang Kemenkeu

Setelah kejadian tersebut, Kementerian Keuangan mengeluarkan data yang menjelaskan jika utang negara masih dalam kondisi sehat dan dikelola dengan baik, namun Zulkifli kembali mengeluarkan sanggahan ketika ia disebut sesat oleh Sri Mulyani.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Mei 2018 turun Rp 11,52 triliun menjadi Rp 4.169,09 triliun dibandingkan April yang sebesar Rp 4.180,61 triliun.

Total utang pemerintah per Mei 2018 sebesar Rp 4.169,09 triliun berasal dari pinjaman yang nilainya Rp 767,82 triliun. Dalam pinjaman terdapat yang sifatnya bilateral Rp 322,01 triliun, multilateral Rp 397,80 triliun, komersial Rp 41,38 triliun, dan suppliers sebesar Rp 1,22 triliun. Lalu ada juga yang berasal dari pinjaman dalam negeri yang sebesar Rp 5,40 triliun.

Selanjutnya utang yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.401,77 triliun, yang terdiri dari SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.408,40 triliun dan denominasi valas sebesar Rp 766,63 triliun.

Kemudian, di Juni 2018 total utang pemerintah pusat tercatat Rp 4.227,7 triliun tumbuh 14,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari laporan APBN KiTa disebutkan pinjaman Rp 785,13 triliun tumbuh 7,99% year on year (yoy). Dari komponen tersebut, pinjaman luar negeri tercatat Rp 779,81 triliun tumbuh 8,03%.

Selanjutnya utang yang berasal dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.401,77 triliun, yang terdiri dari SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp 2.408,40 triliun dan denominasi valas sebesar Rp 766,63 triliun.

Kemudian, di Juni 2018 total utang pemerintah pusat tercatat Rp 4.227,7 triliun tumbuh 14,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari laporan APBN KiTa disebutkan pinjaman Rp 785,13 triliun tumbuh 7,99% year on year (yoy). Dari komponen tersebut, pinjaman luar negeri tercatat Rp 779,81 triliun tumbuh 8,03%.

Dirinci lebih jauh, pinjaman bilateral sebesar Rp 324,76 triliun tumbuh 4,45%, pinjaman multilateral Rp 409,89 triliun, pinjaman komersial Rp 43,81 triliun, pinjaman suppliers Rp 1,34 triliun. Untuk pinjaman dalam negeri tercatat Rp 5,33 triliun tumbuh 2,82%.

Selanjutnya, untuk komposisi utang dari surat berharga negara (SBN) tercatat Rp 3.442,64 triliun tumbuh 15,54% yoy. Untuk SBN ini dengan denominasi rupiah tercatat Rp 2.419,67 triliun tumbuh 10,62%. Lalu untuk surat berharga syariah negara Rp 391 triliun tumbuh 16,12%.

Untuk utang denominasi valas tercatat Rp 1.022,91 triliun tumbuh 29,15%. Terbagi dalam surat utang negara (SUN) Rp 799,71 triliun dan SBSN Rp 223,26 triliun tumbuh 34,1%.

Kemudian utang pemerintah di Juli 2018, Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat periode Juli 2018 tercatat Rp 4.253,02 triliun atau tumbuh 12,51% secara year on year (yoy).

Komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 323,79 triliun yang tumbuh 6,8% atau dengan persentase sebesar 7,61% dari keseluruhan pinjaman. Kemudian pinjaman multilateral tercatat Rp 411,19 triliun tumbuh 10,77% atau sebanyak 9,67% dari total pinjaman.

Selanjutnya pinjaman komersial sebesar Rp 43,32 triliun minus 0,87% atau sebesar 1,02% dari total pinjaman. Lalu ada pinjaman supplier sebesar Rp 1,04 triliun atau tumbuh 56,32% dengan persentase 0,03%. Pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,79 triliun atau tumbuh 48,28% atau sebesar 0,03%.

Sedangkan untuk surat berharga negara berdenominasi valas atau SUN valas tercatat Rp 692,11 triliun tumbuh 17,95% atau sebanyak 16,27% dari total pinjaman. Kemudian SBSN denominasi valas tercatat Rp 100,89 triliun atau tumbuh 8,18% yoy atau sebesar 2,37% dari keseluruhan pinjaman.

Balasan Zulkifli Hasan

Dari keterangan resmi Zulkifli, dia menyebutkan data yang digunakan adalah dokumen Nota Keuangan 2018. Dia menyebutkan, dalam Nota Keuangan tidak terdapat pos pembayaran pokok utang senilai Rp 396 triliun sebagaimana yang dimaksud Menteri Keuangan.

“Kami hanya menemukan pos pembayaran bunga utang sebesar Rp 238 triliun dan pembiayaan utang sebesar Rp 399 triliun ini mendekati Rp 400,” ujar Zulkifli dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (25/8/2018).

Kemudian Zulkifli memiliki perhitungan, jika pembayaran pokok utang sebesar Rp 396 triliun kemudian ditambah pembayaran bunga utang Rp 238 triliun.

“Maka jika ditotal Rp 634 triliun ada ini beban utang yang sebenarnya, karena kita tidak mungkin membayar utang hanya pokoknya, tapi pasti juga membayar bunganya setiap tahun,” tutur Zulkifli.

Selain itu, jumlah Rp 643 triliun ini menurut Zulkifli setara dengan 5,71 kali lipat anggaran kesehatan yang saat ini sebesar Rp 111 triliun. Kemudian setara dengan 10,56 kali lipat anggaran desa Rp 60 triliun.(***)

Pos terkait