Kolom: Polemik Pembatalan Pasangan Calon di Pilkada Palopo

Oleh: M Rajab *)

Gimana Pilkada Kota Palopo…..?

Bacaan Lainnya

Pertanyaan seorang sahabat yang melintas di ruang pembicaraan kami kala senja hari di hari yang sama ketika Panwaslu mengeluarkan rekomendasi.

Saya di saat yang sama sedang berada di Jakarta untuk suatu urusan, separuh waktu memang tidak memperhatikan pemberitaan melalui media online maupun media sosial, sebab dalam menjalankan tugas. Saya mengabaikan pertanyaan itu sejenak, dan membaca beberapa link media yang dishare melalui akun media social.

Rupanya, Panwaslu Kota Palopo mengeluarkan surat pemberitahuan status laporan atas nama HM Judas Amir yang ditujukan ke KPU Kota Palopo. Panwaslu menganggap HM Judas Amir melanggar ketentuan pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2016 dan direkomendasikan pada Ketua KPU Kota Palopo.

Begitu poin yang terkandung dalam surat Panwaslu itu dengan nomor laporan: 008/LP/PW/Kot./27.03.IV/2018 tertanggal 17 April 2018 dan ditandatangani oleh Ketua Panwaslu, Syafruddin Djalal, SH.

Surat inilah yang menjadi viral kemana-mana, lalu publik menarik kesimpulan bahwa kandidat petahana HM Judas Amir didiskualifikasi sebagai peserta Pilkada. Pemberitaan di media online dan media social semuanya telah menarik kesimpulan bahwa Panwaslu mendiskualifikasi Judas Amir sebagai calon Walikota Palopo.

Kemungkinan kesimpulan ini dibuat untuk menarik perhatian pembaca, kemungkinan bisa juga kesimpulan itu dibuat oleh kompetitor untuk melemahkan lawan, dan kemungkinan bisa juga karena surat pemberitahuan itu dihubungkan dengan pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) UU nomor 10 tahun 2016.

Apa makna operasional pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) UU nomor 10 tahun 2016.

Ada pameo yang popular dalam dunia hukum: Jika dua sarjana hukum bertemu, maka akan timbul tiga pendapat. Pameo ini menunjukkan bahwa sesama sarjana hukum sendiri memiliki pandangan yang berbeda terkait satu masalah hukum. Begitu pula dengan pasal pembatalan sebagai pasangan calon tersebut di atas.

Redaksi pasal 71 ayat (2): Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calonsampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Redaksi pasal 71 ayat (3): Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu (6) enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Redaksi pasal 71 ayat (5): Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Intinya, dilarang melakukan penggantian pejabat dan juga dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Terkait dengan penggantian pejabat yang dilakukan oleh HM Judas Amir, Kemendagri melalui surat nomor 820/3636/OTDA menjelaskan dalam hal terjadi kekosongan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Palopo, yang disebabkan karena terdapat pegawai yang pensiun, mengundurkan diri, dan alasan lain maka penunjukan Pelaksanan Tugas (Plt) tidak harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, dengan demikian penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) oleh Walikota Palopo tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Secara lisan Dirjen OTDA dan sekaligus Penjabat Gubernur Sulsel, Sumarsono menegaskan : “yang pertama sebenarnya memang seorang Walikota dalam mutasi harus mendapat izin tertulis dari Mendagri, tapi itu berlaku untul mutasi jabatan structural, dan funsional tertentu. itu harus izin. Yang terjadi di Palopo, yang sekarang lagi diributkan, dan ingin calonnya dianulir, itu sebenarnya tidak termasuk kategori ini. karena yang mutasi adalah Kepala Sekolah, Guru, Plt. Plt itu jabatan sementara tidak boleh berimplikasi pada tunjangan jabatan. Tidak termasuk kategori izin. Kesimpulannya: Tidak ada pelanggaran atas mutasi yang dilakukan di Kota Palopo”.
Kementrian Dalam Negeri dan Pj Gubernur Sulsel telah memberikan penegasan baik secara tertulis, maupun lisan bahwa tidak ada pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Walikota Palopo.

Sementara itu, Nasruddin eks komisioner Bawaslu RI menegaskan, “sanksi pembatalan sebagai pasangan calon baru dikeluarkan bila melanggar ketentuan ayat (2) dan ayat (3), pada pasal 71 ayat (5) yang digembar-gemborkan itu terdapat frasa pada kalimat pembatalan calon jika melanggar pasal (2) dan pasal (3), sementara tidak satupun di dalam rekomendasi Panwas Palopo itu pelanggaran ayat (3), hanya menyebutkan pelanggaran ayat (2). Ketentuan pasal 71 ayat (5) menunjukkan sisi komulatif dan bukan alternatif, karena tidak ada “atau” ataukah kata “dan/atau” dalam pasal tersebut”.

Setidaknya dari kedua sumber penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa mutasi yang dilakukan oleh Walikota Palopo, HM Judas Amir tidak melanggar ketentuan pasal (2), pasal (3) dan pasal (5) UU nomor 10 tahun 2016.

Selanjutnya, kewenangan KPU Kota Palopo yang akan menentukan keputusan. Tentu saja dengan mekanisme yang telah diatur secara ke dalam. Karena ini adalah kasus laporan, maka kita menunggu hingga 7 (tujuh) hari setelah menerima rekomendasi dari Panwas Kota Palopo.

Semoga jalan terbaik untuk Pilkada Kota Palopo. Ribut boleh sebab demokrasi itu memang ribut asal jangan anarkis.

Kita tunggu…..

MR, 22/4/2018

*) Penulis adalah mantan Ketua KPU Lutra, legislator NasDem.

Pos terkait