Makassar — Penetapan tersangka salah satu calon Walikota Palopo, Ahmad Syarifuddin Daud alias Ome oleh gabungan penegakan hukum terpadu (Gakkumdu), yang belakangan marak diberitakan media cetak maupun online, mendapat tanggapan berbeda dari pengurus pusat komite pemantau kinerja eksekutif legislatif yudikatif atau disingkat PP-KPK ELY.
Direktur Eksekutif, Irsyad Djafar, saat dimintai tanggapannya, menilai bila penetapan tersangka calon kepala daerah dalam kontestasi pilwakot Palopo, merupakan ujian bersama.
“Pada kasus ini, sebetulnya bisa dikatakan ujian bersama. Di satu sisi Gakkumdu yang terdiri dari unsur Panwaslu polisi dan kejaksaan telah menetapkan tersangka dengan dalih telah memenuhi minimal dua alat bukti yakni ada tiga alat bukti, di lain sisi akan mendapat perlawanan dari pihak tersangka oleh karena orasi tersebut dinilai tidak memenuhi unsur pidana oleh karena dalam video itu tidak menyebut nama calon kepala daerah. Nah di sinilah kedua pihak akan diuji dengan kasus ini, apakah langkah Gakkumdu sudah tepat atau pembelaan dari pihak tersangka akan menuai kemenangan dalam proses hukum yang bergulir,” katanya.
Lebih jauh kata Irsyad, menjawab alasan sehingga kasus ini menjadi sorotan publik, Ia menyebutkan itu dikarenakan kurang terbukanya ke publik, bagaimana proses atau alur penetapan seorang jadi tersangka untuk jenis pelanggaran pilkada sehingga tuduhan maupun opini publik jadi liar.
“Ada yang menyebutkan bukan kewenangannya Panwaslu demikian pun dengan pandangan bila sudah tepat yang dilakukan Gakkumdu yang melekat pada Panwaslu. Nah ini hal yang perlu segera diklirkan pihak Gakkumdu di Panwaslu, apa dan bagaimana acara pemeriksaannya sehingga multitafsir di masyarakat tidak berkembang liar,” harapnya.
Sementara untuk diketahui bersama, bila dalam hal ini, aturan yang diterapkan adalah Undang Undang nomor 10 tahun 2016 dan peraturan bersama Badan Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan tentang sentra gabungan penegakan hukum terpadu disingkat Gakkumdu. Aturan diterapkan lebih spesifik atau dikenal dalam hukum lex spesialis, bukan menggunakan UU pidana umum.(Rl/*)