KPK Mau Tangkap Paksa Setya Novanto di Rumahnya?

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi kediaman Ketua DPR Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19 Jakarta Selatan, Rabu (15/11) malam ini. Di lokasi, gerbang atau pagar kediaman Setya Novanto tampak dijaga 16 anggota Brimob.

Para awak media hanya bisa menunggu dari depan gerbang. Sementara lebih dari lima penyidik KPK telah berada di dalam kediaman Setya Novanto. Mereka menggunakan jaket berwarna biru dongker. Namun ada juga berpakaian batik cokelat dan kemeja putih.

Sementara puluhan orang yang diduga pengawal pribadi Setya Novanto yang sebelumnya berjaga di kediaman mantan pria tertampan di Surabaya ini mendadak hilang, setelah KPK dan kepolisian mendatangi lokasi.

 

Sejauh ini belum diketahui maksud kedatangan penyidik KPK ke rumah Setya Novanto tersebut. Apakah orang nomor satu di DPR itu hendak dijemput paksa, penyidik KPK masih enggan berkomentar. Para awak media pun masih menunggu di depan rumah Setya Novanto untuk mendapat jawaban pasti.

 

Sebelumnya, KPK secara resmi telah menetapkan kembali Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan proyek e-KTP. Komisioner KPK, Saut Situmorang mengatakan, pihaknya telah menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada tanggal 31 Oktober 2017 lalu atas nama Setya Novanto.

 

Sejauh ini penyidik KPK telah melayangkan surat pemeriksaan terhadap Setya Novanto usai dia ditetapkan kembali menjadi tersangka. Pemeriksaan perdana tersebut dilayangkan pada Rabu (15/11). Namun, Setya Novanto mangkir pemanggilan KPK.

Di sisi lain, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan bahwa kliennya memiliki hak imunitas sebagai pimpinan parlemen. Presiden Joko Widodo pun diminta bersikap atas kondisi tersebut.

Dia menilai, siapapun termasuk KPK, tidak bisa memanggil kliennya karena menentang konstitusi. “Sekarang untuk menjaga konstitusi itu merupakan tanggung jawab siapa? Kan juga Presiden, dong,” jelasnya seperti dikutip Jawa Pos

Oleh karena itu, menurut dia menjadi kewajiban Jokowi untuk melindungi Setya Novanto.

“Kan presiden dipercaya oleh rakyat. Atas nama konstitusi namanya diangkat sebagai kepala negara. Nah, kalau kita tidak melapor ke beliau, saya melapor ke siapa?,” tukas Fredrich.

Sementara Presiden Jokowi telah merespons pernyataan Novanto soal alibi Setya Novanto bahwa KPK perlu izin Jokowi untuk memanggil ketua DPR itu.

Dalam pernyataannya, Jokowi menyerahkan segala proses hukum tersebut kepada tata acara yang berlaku.

“Buka undang-undangnya semua. Buka undang-undangnya. Aturan mainnya seperti apa, di situlah diikuti,” ujar Jokowi sebagaimana dikutip dari siaran pers resmi Istana, Rabu (15/11).

Sementara diketahui, dalam Pasal 245 Ayat 1 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang sudah diuji materi Mahkamah Konstitusi memang mensyaratkan pemeriksaan anggota DPR harus seizin presiden.

Namun, di Pasal 245 Ayat 3 menyatakan bahwa ketentuan Ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.(*)

Pos terkait