PALOPO — Keputusan Panwaslu yang melansir pengumuman atas laporan warga terkait dugaan pelanggaran mutasi calon petahana Judas Amir dibantah keras oleh Kuasa Hukum JUARA, Isma Kahman dan kawan-kawan, Rabu (18/4).
Dalam Jumpa Pers di salah satu warung kopi kawasan Anggrek, kuasa hukum dan tim pemenangan JUARA membeberkan 7 ‘daftar dosa’ Panwas atas keputusannya yang menilai Judas Amir melanggar UU nomor 10 tahun 2016 dianggap sumir, terburu-buru dan tidak cermat.
Berikut daftarnya seperti dikutip suarata.com, edisi Kamis (19/4).
1. Panwaslu dianggap prematur sebelum membuat keputusan yang disebabkan oleh mengejar tenggat waktu (menghindari kadaluarsa) tetapi kualitas keputusannya ngawur. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya anggota Panwas (Asbudi Dwi Saputra) di Jakarta dalam rangka konsultasi dan hasil konsultasinya belum selesai tetapi Panwaslu sudah membuat satu kesimpulan.
2. Merujuk ke polemik penerapan Pasal 71 ayat 2 dengan sanksi yang diatur dalam pasal 71 ayat 5 Undang-undang nomor 10/2016, Panwaslu hanya secara tekstual tidak kontekstual atau dengan bahasa lain, hanya sepotong-sepotong, parsial tidak utuh dan tanpa merujuk ke bab penjelasan pasal 71 yang ada di UU tersebut.
Penjelasan Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pejabat negara” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara.
Yang dimaksud dengan “pejabat daerah” adalah yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur, Bupati, dan Walikota menunjuk pejabat pelaksana tugas.
Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
3. Panwaslu dinilai gagal memahami makna ‘pejabat daerah’ karena dalam pengisian jabatan (bukan mutasi) yang dilakukan Judas Amir 10 Februari 2018, yang dilakukan hanya pengisian jabatan lowong, bukan mutasi atau pergantian/penggeseran orang. Serta hal itu terlampir dalam surat BKD Kota Palopo yang dibuat oleh Kadis BKD Dahri Saleng tetapi hal ini dinafikan alias dikesampingkan oleh Panwaslu Palopo. Ada apa? tanya Isma Kahman dengan penuh keheranan.
4. Dalam meminta pendapat ahli, Panwaslu hanya meminta penafsiran ahli dari pihaknya, tanpa menguji pendapat ahli lain (disenting opinion). Panwaslu menggunakan pendapat ahli hanya sesuai seleranya, tanpa memperkaya kajian hukum pada ahli lain atau dari pihak terlapor.
5. Panwaslu diduga melakukan ‘jumping decision’ tanpa memberi ruang bagi KPU dengan keputusannya (terkait sanksi diskualifikasi) karena dalam seliweran berita di berbagai media, Panwaslu sudah menjustifikasi adanya sanksi diskualifikasi (pembatalan sebagai pasangan calon) yang merugikan dan menyudutkan klien kami (Judas Amir).
6. Panwaslu Kota Palopo diduga melakukan pelanggaran kode etik dengan mengeluarkan keputusan tanpa melalui pleno yang dihadiri lengkap ketiga anggotanya, dibuktikan dengan tanggal surat keputusan per 17 April 2018 dimana salah satu anggota Panwas masih berada di Jakarta dalam rangka pengumpulan bukti dan konsultasi dugaan pelanggaran mutasi tersebut.
7. Panwaslu Kota Palopo menafikan aspek psikologis baik terlapor maupun pendukungnya dan melanggar prinsip-prinsip Pilkada Damai yang sudah disepakati bersama dengan mengeluarkan keputusan kontroversial, hanya berdasarkan laporan sepihak tanpa kajian hukum yang lengkap, memadai dan lebih fatal lagi tanpa bersabar untuk menunggu turunnya surat dari Kemendagri Dirjen OTDA perihal tuduhan mutasi yang kriterianya diatur dalam Pasal 71 ayat 2 yakni mutasi pejabat daerah yang dianggap menguntungkan pasangan calon petahana dan merugikan pasangan calon lain.
Rencananya, Kamis (19/4) siang nanti ribuan massa pendukung JUARA kembali akan berunjukrasa, kali ini sasarannya adalah Kantor KPU Palopo di Jalan Pemuda pukul 14.00 Wita.(*)