PALOPO — Kisruh soal Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Mega Plaza yang menurut Pemerintah Kota Palopo lewat Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dinilai melanggar, semakin membuat panjang daftar masalah soal investasi di Kota Palopo. Setelah Pemkot meributi soal Pajak Makanan dan Minuman yang ditarik 10% kepada semua pengusaha makanan, kini giliran Mega Plaza (MP) yang mendapat ‘semprot’ karena dianggap melakukan kesalahan dalam permohonan ijin IMB. Diduga, MP tidak fair soal IMB yang diajukan yang seharusnya dua lantai tetapi akhirnya menjadi empat lantai.
Hal inilah yang dikeluhkan oleh pihak Pengelola Mega Plaza saat dijumpai Jumat (24/11) dan mendapat respon pengamat ekonomi dan sosial kemasyarakatan, Wahyuddin Djafar terkait tindakan Kepala Dinas PMPTSP, Farid Kasim Judas yang mengancam akan menutup usaha Mega Plaza milik investor yang berdomisili di Kota Makassar tersebut.
Menurut Wahyuddin, langkah Pemkot dengan main ancam dan menggertak pengusaha tidak menguntungkan bagi iklim investasi di Kota Idaman ini.
“Pemerintah Kota harusnya jadi pengayom, bukan sebaliknya arogansi dengan menunjukkan power-nya pada pengusaha jika ada suatu masalah, ini akan membuat iklim investasi di Palopo tidak sehat, dinas terkait dalam hal ini DPMPTSP harusnya hadir untuk membina bukan membinasakan. Pengusaha harus dimudahkan bukan dipersulit,” kritiknya, Jumat (24/11).
Aktivis pergerakan ini menambahkan, soal perijinan apalagi soal IMB yang diatur oleh Perda maka nilai yang harus dibayar harus transparan cara menghitungnya dan disampaikan secara tertulis kepada masyarakat atau pengusaha, jelas dia lagi.
IMB sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Palopo Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung dan SK Walikota Palopo Nomor 341/VI/2012 tentang Penetapan Standar Nilai Bangunan Permanen dan Semi Permanen Permeter Bujusangkar Dalam Wilayah Kota Palopo.
Ini yang harusnya dijelaskan secara transparan soal dasar perhitungannya yang menyentuh sampai angka Rp200 Juta yang harus dibayar pihak MP, supaya kita semua menjadi terang benderang, tegasnya.
BACA JUGA: IMB Disoroti, Pihak Mega Plaza Bilang Begini
Wahyuddin juga menyoroti soal sistem yang dipakai Pemkot dalam hal bayar membayar pajak yang dinilainya jadul, tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman karena masih menggunakan sistem manual.
“Dalam hal membayar pajak PBB misalnya atau Pajak Restaurant, bukti pembayaran PBB yakni bukti lembar merah harusnya diberikan pada pembayar pajak/pengusaha supaya jelas dan tidak dimanipulasi. Kalau perlu gunakan sistem Pajak Online, pembayar pajak menyetorkan uang pajaknya pada rekening Bapenda Pemkot Palopo secara langsung, bukan secara manual seperti selama ini yang rawan penyimpangan, ini juga jadi sorotan kami karena tidak sejalan dengan keinginan Pemerintah Pusat yang mulai menerapkan e-payment,” tambahnya.
Kembali ke soal ancaman terhadap pihak Mega Plaza, Wahyuddin menilai soal surat teguran DPMPTSP, belum pernah ada ingkar janji atau bahasa hukumnya ‘wan prestasi’ dari pengusaha (Pengelola MP), terhadap surat dari dinas terkait, karena dianggap belum jatuh tempo yakni per 30 November 2017.
“Ini memprihatinkan jika belum jatuh tempo tapi pengusahanya sudah ditekan-tekan, sekali lagi ini tidak bagus, kita jangan gunakan otot untuk membina pengusaha atau investor yang belum pernah lalai membayar kewajibannya, apalagi ini kami lihat, tidak ada fasilitas yang diberikan pada pengusaha, di sekitar area MP pada malam hari gelap gulita, harusnya Pemkot membuat lampu penerangan jalan lewat Dinas PJU, jangan cuma memajaki pengusaha tanpa memberi fasilitas,” terangnya lagi.
Lagi pula, ijin usaha yang diberikan oleh Pemkot Palopo kepada pengusaha harus sejalan dengan program walikota yang katanya ingin menggratiskan semua ijin-ijin usaha bahkan pada masa HPA Tenriadjeng itu sudah gratis malah, ungkapnya.
Untuk itu, ia mengimbau agar Pemkot tidak melihat masalah ini secara parsial, karena jika ini dilakukan maka akan membuat takut investor lain yang akan masuk, karena Palopo adalah kota jasa, maka Pemkot harus bisa menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif, jika ada masalah harus dikomunikasikan dan dicari solusinya, bukan diblow up lewat media karena ini menyangkut trust dan citra perusahaan yang bersangkutan, dan juga terkait citra pemerintah itu sendiri, pungkasnya.(*)
BACA JUGA: Belum Terbit-terbit Juga, Honorer K2 Tuntut SK Walikota Kolektif