Mengenang Tiga Tokoh Anti Rasuah Negeri ini

Hari ini, Sabtu 9 Desember 2017, adalah peringatan Hari Anti Korupsi Internasional. Indonesia masih menghadapi tantangan panjang dalam perjuangan memberantas rasuah. Berbagai kasus terus bermunculan, meski penegakan hukum terhadap koruptor juga semakin digalakkan.

Didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2003 telah membuka banyak skandal korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi negara. Yang masih hangat, kasus megakorupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto serta para pejabat tinggi lainnya.

Bacaan Lainnya

Padahal, perihal antikorupsi, Indonesia pernah memiliki tokoh-tokoh yang patut menjadi teladan hingga kini. Mereka adalah sosok yang secara tegas menolak praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mulai dari menolak amplop berisi uang hingga enggan menerima parcel di hari raya.

Kisah beberapa tokoh Indonesia yang memiliki prinsip kejujuran dan memegang teguh amanat rakyat sebagai seorang pejabat publik kami rangkum dalam edisi khusus ini, seperti dilansir Liputan6. Berikut tiga tokoh Indonesia yang dikenal sangat antikorupsi, yang hidupnya sangat sederhana.

1. Mohammad Hatta

Nama Mohammad Hatta sudah tak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Ia adalah salah satu pahlawan proklamasi bersama Sukarno. Selain berjasa besar bagi kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga memiliki rekam jejak sebagai seorang sosok yang sangat anti terhadap korupsi.

Salah satu kisahnya ada pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan mengunjungi Tanah Merah, Irian Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung Hatta disodori amplop berisi uang. Uang tersebut sebenarnya bagian dari biaya perjalanan Bung Hatta yang ditanggung pemerintah.

Namun, Bung Hatta menolaknya. “Uang apa lagi…? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa lagi ini?” kata Bung Hatta.

Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. “Tidak, itu uang rakyat, saya tidak mau terima.. Kembalikan,” tegas Bung Hatta seperti dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).

Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.

2. Hoegeng

3. Bp Hoegeng Imam Santoso

Gus Dur pernah berkata, “Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.” Kalimat tersebut diutarakan Gus Dur lantaran Hoegeng memang merupakan ikon polisi jujur dan antisuap. Sepak terjangnya sebagai seorang polisi yang amanah memang patut ditiru.

Ketika menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Hoegeng seharusnya mendapat mobil dinas dan mobil keluarga. Ia menolak satu mobil, yaitu mobil keluarga. “Hoegeng mau simpan di mana lagi, Mas Dharto? Hoegeng tak punya garasi lagi,” katanya kepada sekretarisnya dalam Hoegeng, Polisi dan Menteri Teladan (2014).

Namun karena sudah ketentuan, mobil tersebut akhirnya diterima. Akan tetapi, mobil tersebut disimpan di rumah sekretarisnya dan hanya akan dipakai ketika perlu saja.

Selain itu, Hoegeng juga pernah menerima hadiah mobil dari perusahaan Dasaad Musin Concern yang memegang lisensi beberapa mobil merek Eropa dan Jepang. Namun, oleh Hoegeng surat pemberitahuan hadiah tersebut tak ditanggapi dan malah diberikan kepada seorang teman.

Selain mobil, Hoegeng juga pernah menolak hadiah dua motor. Oleh Hoegeng, kedua motor tersebut langsung dikembalilan pada hari kedatangan. Ia memang tak pernah mau menerima hadiah-hadiah yang tidak jelas juntrungannya.

Ketika menjadi Kapolri, pemilik rumah yang disewa Hoegeng tidak mau dibayar. Ia akhirnya harus membayarnya lewat wesel. Hoegeng memang sangat menghindari politik balas budi meski dalam bentuk yang paling sederhana.

Hoegeng berpesan mengenai cara memberantas korupsi yang menurutnya efektif.

“Kalau mau menghilangkan korupsi di negara ini, sebenarnya gampang. Ibaratnya, kalau kita harus dimulai dari atas ke bawah. Membersihkan korupsi juga demikian. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas atau pejabatnya lebih dulu, lalu ke turun badan atau level pejabat eselonnya dan akhirnya ke kaki hingga telapak atau ke pengawal bawah,” kata Hoegeng kepada anaknya, Didit Hoegeng.

3. Baharuddin Lopa

Baharuddin Lopa (Via: kaskus.co.id)

Baharuddin Lopa adalah sosok lain dalam ikon antikorupsi di Indonesia. Namanya santer disebut sebagai Jaksa Agung yang tegas dan tak pandang bulu dalam penegakan hukum. Lopa juga sangat galak terhadap setiap tindak tanduk yang menjurus ke korupsi. Lopa adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada 6 Juni 2001 hingga meninggal dunia pada 3 Juli 2001.

Pernah suatu ketika, Lopa ingin membeli mobil pribadi karena tidak mau menggunakan mobil dinas untuk kegiatan keseharian. Lopa menghubungi Jusuf Kalla yang merupakan pengusaha otomotif dan menginginkan sedan yang paling murah. Kalla pun membohongi Lopa dengan menawarkan Corolla seharga Rp 5 juta. Padahal harga sesungguhnya Rp 27 juta. Karena tidak mau membeli dengan harga teman tersebut, Lopa akhirnya membayar mobil tersebut dengan harga asli. Mobil tersebut lunas setelah dicicil selama tiga tahun.

“Ya… boleh terima mobil darimu karena memang tidak ada urusan apa pun. Tapi, suatu saat kau atau temanmu punya urusan kemudian datang dan minta tolong. Saya tidak tegak lagi karena telah tersandera oleh pemberianmu waktu itu,” ungkap Lopa kepada Kalla di kemudian hari.

Baharuddin Lopa sangat anti terhadap suap. Lopa sering menerima parsel ketika hari raya, tapi semua parsel yang dikirim ke rumahnya selalu dikembalikan. Suatu kali, anak-anak Lopa mengambil cokelat dalam parsel dan menutup kembali bungkus parsel tersebut. Namun hal ini ternyata diketahui oleh Lopa.

“Jadi parsel itu mereka buka diambil cokelatnya, kemudian saya cari bungkus cokelat itu di toko, kemasannya apa, mereknya apa harus sama, saya masukkan kembali dan saya bungkus kembali parsel itu lalu saya kembalikan,” kata Lopa bercerita kepada seorang sahabatnya.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad menganggap Lopa adalah sosok yang sangat bersahaja dan sederhana. Sebagai seorang pejabat, Lopa pun tidak memiliki harta melimpah sampai akhir hidupnya.

“Rumahnya di Makassar sangat sederhana sebagai rumah seorang pejabat tinggi negara pada saat itu, dibandingkan dengan para pejabat tinggi saat itu dan sekarang ini,” tulis Abraham Samad dalam buku Apa dan Siapa Baharuddin Lopa (2012).(L/*)

Pos terkait