Oleh: Musly Anwar
Hari Jadi Luwu diputuskan dari hasil Tudang Ade’ yang digelar di Kota Palopo tahun 1994.
Dengan menghadirkan beberapa pakar sejarah dan budaya dan diputuskan Hari Jadi Luwu jatuh pada periode Sri Paduka Datu Luwu YM Simpurusia (siang).
Kemudian Hari Perlawanan Rakyat Luwu adalah momentum dimana amarah rakyat Luwu semesta, yang pemicunya berawal dari tindakan penjajah Belanda menginjak-injak Alquran dan menggerebek rumah Maddika Bua.
Ada dua simbol yang menjadi Siri’ Wijanna Luwu yakni, simbol agama dan adat “Patuppui RI Ade’e, Mufasandre Ri Zara’e.
Amarah pemuda pejuang Luwu dan rakyat Luwu yang dipimpin langsung oleh Paduka Datu Luwu YM Andi Djemma hingga bergerilya meninggalkan istana masuk ke hutan belantara.
Event terkait momentum Hari Jadi Luwu terkadang kerap terabaikan, bahkan bergeser jauh dari substansinya.
Padahal harapan yang perluh dicapai adalah nilai-nilai edukasi sejarah dan budaya Luwu yang mungkin bisa dikemas dalam kegiatan seminar budaya atau bincang sejarah budaya Luwu sehingga menjadi bekal buat generasi Muda Luwu dalam menghadapi derasnya arus globalisasi.
Kemudian napak Tilas/Refleksi Perjuangan Rakyat Luwu tentu banyak kegiatan kegiatan yang terkait hal tersebut.
Semisal Teatrikal 23 Januari 1946 juga bisa dikemas dalam bincang sejarah perlawanan Rakyat Luwu dengan membedah nilai-nilai Patriotisme Pejuang Luwu yang semangatnya menjadi pemicu serta motivasi buat generasi dalam berjuang mengharumkan Nama Luwu di berbagai bidang, baik itu berupa prestasi di bidang olahraga, pendidikan, kesenian dan lain-lain.
Realitanya setiap momentum HJL dan HPRL selalu dikemas dominan birokrasi dan formal, bahkan kerap diundur demi menyesuaikan waktu kehadiran tamu dari Provinsi maupun Pusat. Sehingga aroma dan nuansanya tak beda dengan Hari Jadi Kabupaten/Kota se Tana Luwu.
Padahal seharusnya, hajatan Kedatuan Luwu yang dimandatkan ke 4 kabupaten kota akan Hari Jadi Luwu dan Perlawanan Rakyat Luwu ini, kehadirannya setiap tahun terasa sampai ke rakyat Luwu, Paling tidak mengajak rakyat Luwu sama-sama berpartisipasi memeriahkan hajatan akbar yang digilir setiap tahunnya di 4 Kabupaten/Kota se Tana Luwu dengan mengibarkan bendera Merah Putih di setiap halaman rumah juga menggunakan pakaian adat di setiap Instansi pemerintahan dan swasta.
Besar harapan semoga ada progress dari tahun ke tahun setiap hajatan HJL dan HPRL. Sehingga membantu kita semua sebagai Wijanna Luwu lebih mengenal jati diri identitas kita sendiri.
Nuansa kehadirannya terasa sampai ke rakyat Luwu dan memotivasi pemerintah kita untuk menyatukan kesepakatan pembangunan di segala bidang untuk Tana Luwu yang kita cintai ini. Amin Ya Rabbal Alamin
DIRGAHAYU TANA LUWU KU
Pagi buta di Pantai Lemo, Burau, Luwu Timur 20 Januari 2019.
Penulis adalah pemerhati sejarah dan budaya Luwu
(And/**)