PALOPO — Puluhan mahasiswa lintas Perguruan Tinggi nampak asyik menyimak diskusi intelektual yang digelar Sekolah Advokasi bertema “Telaah Peta Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia” di Warkop BB21 Kawasan Jln. Anggrek, Wara Palopo, Selasa, 23 Oktober 2018.
Tampil sebagai pembicara, sosok pemuda Afrianto yang dikenal memiliki gagasan dan ide cemerlang yang pernah menjadi pembicara di Indonesia Development Forum (IDF) di Jakarta dan penulis buku “Paradoks Reformasi Suatu Gugatan dan Refleksi”.
Dalam paparannya, Afrianto melukiskan kondisi ekonomi global dimana perang dagang antar negara adidaya Amerika Serikat dan China sedikit banyak mempengaruhi kestabilan perekonomian dunia termasuk Indonesia.
“Presiden Trump yang menaikkan bea masuk bagi barang impor dari Cina ke negerinya telah memicu pergolakan ekonomi tidak saja bagi kedua negara (USA dan China) tapi juga ekonomi dunia yang mulai kena imbas akibat perang dagang negara adidaya ekonomi ini,” papar Afrianto.
Lanjut dia, pada 24 September 2018, AS mulai memberlakukan tarif pada produk Cina senilai US$200 miliar (hampir Rp2.950 triliun), sebagai sanksi atas apa yang mereka sebut praktik perdagangan tidak adil oleh Cina.
Langkah terbaru ini membuat keseluruhan impor dari Cina yang terkena tarif AS sejak Juli lalu mencapai US$250 miliar. Ini berarti sekitar separuh dari barang Cina yang masuk AS sekarang terkena cukai baru ini.
Cina sudah membalas sebelumnya dengan penerapan tarif masuk sebesar US$60 miliar (Rp900 triliun) terhadap barang-barang AS.
“Hal ini jika berlangsung terus maka Indonesia bisa memanfaatkan perang dagang ini untuk menggenjot ekspor produk ke dua negara tersebut. Kita harus siap mengambil peluang meningkatkan penetrasi ekspor, sebab bagi Indonesia, China dan AS merupakan negara tujuan ekspor nomor satu dan nomor dua,” jelasnya.
Namun bagi China sendiri, Indonesia merupakan eksportir terbesar ke-16 dan bagi AS, Indonesia menempati posisi ke-19.
“Posisi Indonesia di AS sebagai eksportir di urutan 19 dengan nilai 1,12 miliar dollar AS, dan di China (Indonesia) eksportir ke-16 dengan nilai 28,5 miliar dollar AS, adapun komoditas asal Indonesia yang bisa digenjot ekspornya ke kedua negara tersebut antara lain minyak sawit mentah, ikan dan buah-buahan. Untuk palm oil, dengan terhambatnya ekspor dari AS ke China, Indonesia berpeluang meningkatkan ekspor biodiesel ke China. Produk tekstil juga berpeluang, terutama ke AS,” pungkas Afrianto.
Menurut Afrianto, diskusi intelektual Sekolah Advokasi ini digelar secara rutin dan berpindah-pindah lokasi, untuk memperkaya wawasan sambil mengajak mahasiswa untuk berdialog dan berpikir ke arah yang lebih maju yang bisa memberi kontribusi nyata bagi kemajuan daerah. (****)