JAKARTA — Jundi, 27 tahun, pemilik akun Instagram Suara Rakyat 23 mengatakan pertama kali membuat akun penyebar hoax atau hoaks dan ujaran kebencian adalah saat mencuat kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia mengatakan membuat akun itu untuk melawan Ahok.
“Awalnya dari kasus Ahok karena menista agama, untuk melawan dia,” kata dia di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 23 November 2018.
Setelah Ahok dipenjara, belakangan, Jundi menggunakan akun Instagramnya untuk menyerang Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia mengatakan tidak suka dengan kebijakan Jokowi. “Karena kurang suka dengan kebijakannya yang menaikan barang-barang tanpa sepengetahuan,” kata dia.
Tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri ternyata telah memantau kegiatan sejumlah akun yang dimiliki Jundi sejak setahun belakangan. Menurut polisi lewat akun tersebut Jundi pernah mengunggah konten yang menuding Jokowi merupakan pendukung PKI. Sejumlah postingannya juga mengandung ujaran kebencian kepada sejumlah pihak.
Karena perbuatannya itu, polisi kemudian menangkap Jundi di kediamannya di Aceh pada 15 Oktober 2018. Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber, Bareskrim Polri, Komisaris Besar Dani Kustoni mengatakan dalam menjalankan aksinya Jundi menggunakan sejumlah akun instagram yakni sr23official dan 23_official.
Akun tersebut adalah reinkarnasi dari akun sebelumnya yang sudah dibekukan pihak Instagram. Menurut polisi akun-akun tersebut cukup populer. Akun sr23_official misalnya memiliki pengikut berjumlah 69 ribu pengguna Instagram. “Sejak Maret 2018 akun tersebut telah memposting 1.186 kali atau 5 konten perharinya,” ujar Dani.
Dani mengatakan Jundi memproduksi sendiri konten dalam akunnya. Menurut dia, dalam pemeriksaan, Jundi mengaku membuat konten ujaran kebencian karena tak mampu menghadapi masalah kehidupan yang membuatnya resah.
Barang bukti yang disita oleh penyidik dari tersangka di antaranya terdiri dari, kartu identitas JD, satu unit laptop, dua buah telepon genggam, 24 buah kartu SIM Telkomsel, empat buah kartu SIM Axis, dan tiga buah kartu SIM XL.
Selain itu, penyidik juga mengambil alih lima akun e-mail, dua akun Instagram, satu akun Facebook, dan dua akun Twitter.
Pelaku dijerat Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tersangka juga akan dijerat dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, serta KUHP.
Hukuman maksimal bagi tersangka adalah 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.(Ist/**)
Sumber: Tempo