MEDIA DUTA, LUWU UTARA — Sebuah kasus perceraian nomor perkara 145/Pdt.G/2024/PA.Msb, menarik perhatian media terjadi di Pengadilan Agama Masamba pada Maret 2024. Seorang istri asal Baebunta, Kabupaten Luwu Utara menggugat cerai suami yang menderita penyakit stroke. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan.
Sang istri yang dirahasiakan identitasnya demi menjaga privasi keluarga, mengajukan gugatan cerai dengan alasan pernikahan ia dan suami mulai goyah dan terjadi pertengkaran secara terus menerus disebabkan sifat tergugat yang tempramen dan selalu melampiaskan kemarahannya terhadap penggugat dan anaknya hingga dibarengi dengan kekerasan.
Pada bulan Agustus 2020 tergugat mengidap penyakit stroke dan tidak mampu lagi menjalankan kewajiban memberi nafkah lahir dan batin kepada penggugat. Sekitar bulan Februari 2023 mereka pisah, orang tua tergugat datang menjemput tergugat sehingga penggugat dan tergugat pun tidak pernah lagi tinggal serumah sampai gugatan diajukan.
Namun, Pengadilan Agama Masamba, setelah melalui serangkaian persidangan dan mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, memutuskan untuk menolak gugatan cerai tersebut. Hakim menilai demi menjaga etika dan moral istri serta masyarakat umum, tidak pantas seorang istri hendak melepaskan ikatan perkawinan saat suami dalam kondisi sakit.
“Pernikahan adalah ikatan yang sakral dan harus dihormati, terutama saat salah satu pihak menghadapi kondisi kesehatan yang berat. Adalah tugas pasangan untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam keadaan apapun,” ujar wakil kepala Pengadilan Agama Masamba, Fauzi Ahmad Badrul Fuad saat dikonfirmasi awak media di Kantor Pengadilan Agama Masamba, Selasa (4/6/2025)
Selain pertimbangan kode etika dan moral, tergugat juga berjanji kepada penggugat akan merubah semua sikap tempramennya serta akan lebih menyayangi keluarganya ketika tergugat sembuh.
“Majelis hakim berpendapat tidak patut memenuhi tuntutan penggugat saat tergugat masih berupaya memulihkan kesehatan dan berupaya merubah perilakunya terhadap penggugat. Atas pertimbangan ini, sehingga sangat patut Majelis Hakim memberikan kesempatan terhadap tergugat untuk kembali hidup rukun bersama anak dan istrinya,” kuncinya.