JAKARTA — Menko Polhukam Wiranto menyebut pengajak golput sebagai pengacau di negara ini dan bisa dipidanakan lewat UU ITE atau UU KUHP.
Pernyataan ini langsung menjadi kontroversi dan seakan membangkitkan memori Pemilu tahun 1971. Di pemilu pertama era Orde Baru itulah istilah golput mengemuka di Republik ini.
Para tokoh-tokoh pengusung gerakan itupun memiliki alasan bahwa golput itu merupakan hak dan bagian perlawanan terhadap sistem yang dirancang Orba untuk melanggengkan kekuasaannya.
Dari sudut pandang pemerintah, pengusung gerakan inipun dicap sebagai kelompok subversif yang membahayakan pemerintahan Soeharto kala itu.
Namun hal itu seakan berulang lagi di jelang Pemilu 2019 ini. Wiranto yang notabene Panglima ABRI masa Orba itu melontarkan pernyataan yang membuat geger publik.
Pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie menyatakan pernyataan Wiranto itu tidak logis.
Saya nilai ini kurang logis dan mengada-ngada. Jangan bangkitkan sistem Orba. Seperti ada kebangkitan Neo Orba,” kata Jerry, Rabu (27/3).
Menurut dia tidak bisa pemerintah menetapkan seperti itu karena melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu tidak ada peraturan yang dengan tegas menyebut seperti itu.
“Tidak ada aturan yang mengajak Golput dijerat UU ITE atau KHUP. Kesukaan orang tidak bisa dipaksa. Contoh berbuat amal dan dosa tidak ada pemaksaan,” ujarnya.
“Hidup adalah pilihan, jadi agak keliru menerapkan aturan ini. Bagi saya inkonstitusional. Agak rancu melegalkan aturan ini,” tandas Jerry seperti dilansir Gelora.co.
(*)