MEDU-ONLINE, JAKARTA | Ketua Pusat Studi Hukum Kepolisian (PSHK) Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Muhammad Taufiq sebut Bharada E tak boleh pegang senjata api pendek berdasarkan hal ini.
Pakar hukum itu menuturkan adanya sederet kejanggalan pada insiden batu tembak Bharada E dan Brigadir J pada Jumat (8/7/2022) lalu, pukul 17.00 WIB.
Terlebih lagi peristiwa tersebut terjadi di Rumah Dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Rumah dinas tersebut lokasinya berada di kompleks Polri Duren Tiga No. 46 Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
“Di balik tewasnya Brigadir Joshua, masih menyisakan kejanggalan besar,” tutur Muhammad Taufiq ke awak media.
Muhammad Taufiq menambahkan salah satu tanda tanya besar adalah kepemilikan senjata api oleh Bharada E.
Sebab menurut Ketua PSHK Universitas Islam Sultan Agung Semarang itu secara kepangkatan, Bharada E masih tamtama.
Selain itu, Muhammad Taufiq juga mempersoalkan keberadaan Bharada E di rumah singgah Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Muhammad Taufiq bilang sesuai Perkap 1/2009 tentang pemegang senjata api, Bharada E sebagai Tamtama tidak diperkenankan memegang senjata.
Bagi Ketua PSHK Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini, Bharada E boleh pegang senjata kecuali dalam pengamanan tertentu.
”Itu pun (dalam pengamanan tertentu) senjatanya laras panjang, bukan senjata api pendek,” terang Muhammad Taufiq.
Kejanggalan tersebut memunculkan asumsi liar di masyarakat. Salah satunya, kata Muhammad Taufiq, kemungkinan adanya masalah pribadi di balik tewasnya Brigadir Jhosua.
“Rumor tak sedap yang (beredar) mengaitkan tewasnya Jhosua dengan isu negatif yang sempat berkembang diduga memiliki hubungan istimewa,” beber Muhammad Taufiq.
Di sisi lain Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mendesak Mabes Polri mengusut secara transparan penggunaan senjata api.
Tepatnya dalam kasus penembakan ajudan Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo yakni Brigadir J hingga tewas oleh sesama anggota Polri.
“Pengungkapan kasus ini harus dilakukan dengan transparan. Termasuk juga dengan pemeriksaan senjata api pelaku maupun korban,” kata Khairul Fahmi.
“Mulai jenis maupun izin penggunaan bagi anggota Polri,” tambahnya melalui siaran pers yang diterima, Selasa (12/7/2022).
Menurut Khairul Fahmi pemeriksaan tersebut perlu dilakukan karena penjelasan dari Karopenmas Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan pelaku penembakan hanya menjabat Bhayangkara Dua (Bharada).
Pengamat ISEES ini menambahkan sesuai aturan Kapolri seorang personel Polri yang berpangkat Tamtama tidak dilengkapi senjata pistol.
Menurut Khairul Fahmi, Tamtama hanya dilengkapi senjata laras panjang jika dinas lapangan atau saat jaga kesatrian.
“Bila mencermati pernyataan Karopenmas, Senin malam pelaku adalah tamtama berpangkat Bhayangkara 2 tentunya tak diperbolehkan membawa senjata laras pendek,” ujar Khairul Fahmi.
“Makanya perlu disampaikan ke publik apa senjata pelaku, dari mana asal senjata dan lain-lain,” sambungnya.
Khairul Fahmi menduga, bila bukan senjata laras pendek artinya pelaku penembakan Brigpol J bisa jadi menggunakan senjata laras panjang yang merupakan senjata organik pasukan.
“Makanya patut dipertanyakan sebagai apa pelaku di rumah dinas Kadivpropam?,” heran Khairul Fahmi.
“Kalaupun sebagai unsur pengamanan, juga layak dipertanyakan bagaimana pelaku bisa menjadi petugas yang berjaga sendirian,” lanjutnya.
Wakapolri Pimpin Langsung
Di sisi lain Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo akhirnya memberi pernyataan terkait kasus baku tembak anggotanya.
Sigit menegaskan akan membentuk tim gabungan yang akan dipimpin langsung oleh Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono.
“Saya sudah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri,” kata Sigit ke awak media, Selasa (12/7/2022).
Tim ini, kata Sigit, beranggotakan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Kabareskrim, Asisten Kapolri Bidang SDM, dan beberapa usur lain yang dilibatkan seperti Provos dan Paminal.
Tim ini juga melibatkan mitra kepolisian dari unsur eksternal yakni Kompolnas dan juga Komnas HAM.
“Polri juga sudah menghubungi rekan-rekan dari luar, Kompolnas dan Komnas HAM, terkait isu yang terjadi ini,” ujar Kapolri.
Menurut jenderal bintang empat itu, pembentukan tim ini selain untuk mengungkap peristiwa secara terang benderang, juga meng-counter isu-isu atau berita-berita agar tidak liar di masyarakat.
“Tim akan bergerak sehingga rekomendasi gabungan tim eksternal dan internal menjadi masukan yang akan digunakan untuk menindaklanjuti hal-hal yang ditemukan untuk melengkapi proses penyelidikan dan penyidikan yang ada,” kata Sigit.
(*/fnn)
HS-9 Vs Glock 17, Unggul Mana?
Sementara itu, peristiwa penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terus menyedot perhartian publik.
Brigadir Yosua disebut memakai pistol HS-9 saat menembak rekannya sendiri, Bharada E.
Berikut ini fakta-fakta mengenai pistol HS-9 milik Brigadir Yosua yang kini sudah disita oleh Polres Metro Jakarta Selatan. Ternyata anggota Polsek Cimanggis pernah memakai senjata api (senpi) jenis ini buat menembak rekannya sendiri pada tahun 2019.
Aksi polisi menembak rekan sendiri terjadi di rumah Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang berada di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022).
Dalam insiden berdarah itu, Brigadir Yosua meninggal dunia. Sementara itu, pelaku penembakan adalah Bharada E yang tercatat sebagai seorang ajudan pengamanan Kadiv Propam.
Kasus penembakan Brigadir Yosua di rumah Kadiv Propam Polri baru diungkap Mabes Polri pada Senin (11/7/2022).
Merujuk pada hasil penyelidikan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan kedua anggota Polri itu menembak dengan dua senjata yang berbeda.
“Perlu kami jelaskan bahwa saudara RE (Bharada E) menggunakan senjata Glock 17 dengan magasin maksimum 17 butir peluru,” ujar Budhi dalam jumpa pers, Selasa (12/7/2022).
“Sedangkan saudara J (Brigadir Yosua) itu kami menemukan dan mendapatkan fakta bahwa yang bersangkutan menggunakan senjata jenis HS, 16 peluru di magasinnya,” lanjut Budhi memberikan keterangan.
Dari belasan butir peluru itu, Budhi mengungkapkan Bharada E melepaskan 5 tembakan. Sementara Brigadir Yosua menembakkan 7 peluru. Dalam baku tembak itu Brigadir Yosua tewas di lokasi kejadian dengan sejumlah luka tembak di tubuhnya.
Polisi menyita dua senjata api berbeda jenis dalam kasus polisi tembak polisi di Rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Bharada E disebut menggunakan senjata jenis Glock 17 dengan isi maksimal 17 peluru.
“Kami menemukan di TKP bahwa barang bukti yang kami temukan tersisa dalam magasin tersebut 12 peluru. Artinya ada 5 peluru yang dimuntahkan atau ditembakkan,” kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan, Selasa (12/7).
Budhi juga mengatakan, Brigadir Yosua menggunakan senjata jenis HS-9 dengan 16 butir peluru di dalam magasin. Dari olah TKP, tersisa 9 peluru di dalam magasin senjata tersebut.
“Artinya ada 7 peluru yang ditembakkan dan ini sesuai apa yang ditemukan di TKP, bahwa di dinding bahwa ada 7 titik bekas luka tembakan yang ada di dinding tersebut,” katanya.
Budhi menjelaskan, saat ini kedua senjata tersebut telah diamankan dan dijadikan barang bukti untuk didalami lebih lanjut. “Kemudian kami saat ini sedang melakukan pemeriksaan uji balistik terhadap barang bukti yang kami temukan dua senjata, yaitu senjata Glock dan senjata HS,” katanya.
Bukan hanya itu, Budhi melanjutkan, pihaknya juga mengirimkan proyektil dan selongsong peluru yang ada di lokasi untuk diperiksa di Puslabfor Polri. “Kami juga mengirimkan proyektil maupun selongsong peluru ke Puslabfor Polri dan nanti akan menunggu hasilnya,” ujarnya.
Berikut fakta pistol HS-9 yang dipakai Brigadir Yosua menembak rekan sendiri, Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Ternyata anggota Polsek Cimanggis pernah memakai senpi jenis ini buat tembak rekan sendiri. Begini foto penampakannya.
Senjata api jenis pistol HS-9 telah banyak digunakan secara global, misalnya Federal Bureau of Investigation (FBI), Polisi Sipil Amerika Serikat, juga digunakan oleh beberapa kesatuan elit dunia.
Di Indonesia sendiri HS-9 telah digunakan di jajaran Korps Brimob Polri untuk memperkuat persenjataan unit khusus mereka seperti unit CRT (Crisis Response Team) lawan teror, serta digunakan dalam penugasan internasional Polri di PBB dalam misi Formed Police Unit (FPU) di Sudan.
Di Indonesia, Polri mulai menggunakan senjata ini pada tahun 2000-an. Salah satunya dipakai oleh Korps Brimob Polri untuk memperkuat persenjataan unit khusus mereka.
Tak berbeda dengan Glock 17, pistol HS-9 juga senjata api laras pendek semi otomatis. Merupakan senjata api tangan atau pistol semi otomatis yang menggunakan magazen box atau tempat peluru. Memiliki 3 jenis yaitu HS-9 STANDARD, HS-9 TACTICAL, dan HS-9 SUB-COMPACT.
Pistol ini diproduksi oleh HS Produkt, yaitu perusahaan yang didirikan oleh IM Metal pada 1991 di Kroasia. Tidak ada penjelasan resmi situs HS Produk terkait jarak efektif penembakan dari HS-9.
Isi maksimum magasinnya yakni 16 peluru. Ukuran peluru yang digunkan 9×19 mm. Berat senjata ini 820 gram, dengan kondisi terpasang magasin kosong. Magasin senjata ini terbuat dari bahan stainless.
Pistol HS-9 memiliki panjang 203,5 mm. Sementara tingginya 140 mm dan lebar 33 mm. Senjata ini juga sudah dilengkapi dengan pengaman triger.
Melansir makalah-nkp.com, berikut sistem keamanan yang menjadi spesifikasi dari HR-9, di antaranya:
HS-9 memiliki pin indikator yang memberi tanda jika dalam kondisi menonjol berarti sistem pemukul proyektil sudah aktif dan siap dipicu untuk melakukan tembakan.
The Loaded Chamber Indicator
Indikator tersebut memungkinkan penembak dapat melakukan verifikasi baik secara visual atau dengan sentuhan jika terdapat putaran di dalam chamber amunisi.
Trigger Safety System
Trigger Safety System pada HS-9 dikombinasikan dengan sistem keamanan pada picu penarik pelatuk agar senjata tidak meledak sendiri ketika terjatuh atau terbentur.
Grip Safety
Grip Safety merupakan sistem mekanis kunci pada lekukan atas grip pistol. Tembakan hanya dapat dilepaskan jika Grip Safety dan trigger ditekan bersamaan.
Kasus Penembakan dengan Jenis Pistol yang Sama
Penembakan yang melibatkan Brigadir Rangga Tianto berawal ketika ia cekcok dengan Bripka Rahmat Efendy lantaran keponakannya terjaring dalam tawuran dan membawa senjata tajam pada 26 Juli 2019.
Ketika itu, Rangga meminta korban untuk membebaskan keponakannya. Namun, Rahmat menolak. Cekcok berlanjut hingga suasana semakin panas. Rangga tersulut emosi lalu mengeluarkan pistol dan menembak Rahmat dengan tujuh tembakan pada bagian dada, paha, dan leher.
Brigadir Rangga Tianto sudah mendapatkan vonis kurungan 13 tahun penjara. Vonis ini selaras dengan dakwaan subsidair jaksa penuntut umum, yang meminta Rangga dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan tuntutan 13 tahun kurungan.
“Menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan subsidair jaksa penuntut umum,” ujar Hakim Ketua, Yuanne Marietta membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (26/2/2020) sore.
“Menjatuhkan putusan terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 13 tahun. Menyatakan terdakwa agar tetap ditahan,” tambah Hakim. Majelis Hakim sepakat Rangga terbukti membunuh Rahmat Efendy dengan spontan karena faktor emosional.
Oleh sebab itu, Majelis Hakim membebaskan Rangga dari dakwaan primer jaksa penuntut umum agar Rangga dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Atas putusan ini, Rangga dan tim kuasa hukumnya menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi. Artinya, vonis tadi belum berkekuatan hukum tetap/inkrah.
(*/grid.id)