MEDU.ONLINE – Kalangan akademisi di Makassar melontarkan apresiasi dan pujian terhadap konsep deklarasi pasangan Danny Pomanto-Fatmawati Rusdi yang menonjolkan kearifan lokal dan identitas Sulsel.
Pinisi, perayu layar tradisional Bugis-Makassar yang menjadi simbol deklarasi Danny-Fatma di laut Pantai Losari (3/9/2020), sarat dengan makna.
“Ada spirit perjuangan dan filosofi dari simbol kapal Pinisi itu. Ada pesan mau ditekankan, yakni Danny-Fatma sudah sangat siap menjadi nahkoda/pemimpin. Mereka sangat paham dan menghargai arti sejarah pelaut Bugis Makassar yang begitu tangguh,” beber Ibnu Hadjar Yusuf, akademisi dari UIN Alauddin Makassar, Jumat (4/9/2020).
Deklarasi Danny-Fatma menggunakan dua kapal pinisi yang dikawal 200 perahu kecil atau jolloro milik para nelayan. Pelibatan nelayan adalah penanda bahwa Danny-Fatma akan selalu melibatkan masyarakat dalam menjalankan pemerintahan.
Di atas kapal pinisi yang memuat sekitar 30 orang itu pula, Danny-Fatma menyampaikan orasi politik. Termasuk para pimpinan partai politik pengusung NasDem dan Gerindra, serta partai pendukung, Gelora dan PBB.
Ibnu Hadjar juga mengapresiasi isi orasi Danny Pomanto tentang kesiapannya memimpin Kota Makassar. Mengembalikan Makassar kembali sebagai kota terbaik di Indonesia, seperti yang pernah ditorehkan di periode pertama Danny.
“Orasi Pak Danny sangat tepat. Jangan membangun tembok karena tembok hanya akan menjadi pembatas. Tetapi mari bangun jembatan sebagai wadah penghubung, penyambung dalam membangun kualitas hidup warga Kota Makassar dengan pendekatan humanistik atau memanusiakan manusia,” ucap Ibnu Hadjar.
Danny Pomanto saat orasi memang banyak melontarkan pesan menyejukkan. Satu di antaranya adalah mengajak seluruh kandidat Pilwalkot Makassar untuk beradu gagasan, bukannya saling sikut dan menjatuhkan. Sebab, pemilihan 9 Desember akan penentuan nasib 1,5 juta warga Kota Daeng, bukan untuk oknum tertentu.
“Walaupun kita berbeda secara politik, tetapi kita tetap bersaudara. Di atas kapal pinisi dia (Danny Pomanto) menggelorakan gerakan semangat restorasi dan semangat Indonesia Raya,” ucap Ibnu Hadjar.
Ibnu Hadjar juga memuji orasi Fatmawati yang menurutnya langsung ke penegasan tentang hak dan pemberdayaan perempuan. Tidak bertele-tele, tapi ingin memberi keberpihakan nyata.
“Keadilan dan kesetaraan gender yang tak perlu lagi sebatas wacana, itu langsung mengena. Fatmawati memberi jaminan jika soal itu tak perlu ditawar. Dan ini bagian dari komitmennya,”’papar Hajar.l. (*)