MEDU.ONLINE.PALOPO– Kasus anak menggugat di Kabupaten Luwu yang libatkan ibu kandungnya, masih bergulir. Kini masih dalam proses medasi oleh Pengadilan Negeri (PN) Belopa.
Idawaty Pasuba sebagai penggugat 1 menyebutkan ini merupakan kali kedua ia melayangkan gugatan.
Ia pun menegaskan gugatan sebenarnya bukan ditujukan kepada ibunya, tetapi saudarinya bernama Agustina Pasuba.
Gugatan pertama dilayangkan pada 1 November 2019 lalu. Putusannya pada 6 Agustus 2020. Ia menampik soal pemberitaan yang menyebut dirinya kalah di gugatan pertama kemudian kembali melayangkan gugatan kedua.
Gugatan tersebut ditolak hakim alias NO atau niet ontvankelijke verklaard.
Pengacara Idawaty, Hari Firmansyah SH menjelaskan NO tidak diterima hakim karena ada persyaratan yang tidak di penuhi.
“Jadi bukan kalah ya tapi NO atau tidak dapat diterima gugatannya karena ada persyaratan formil dari hakim yang tidak dipenuhi penggugat saat itu,” kata dia Jumat 7 Mei 2021.
Firmansyah menegaskan secara hukum istilah NO juga dapat disebut gugatan dianggap tidak pernah ada, karena hakim tidak pernah memeriksa pokok perkara.
“Jadi tidak ada istilah kalah ataupun menang, karena hakim tidak pernah memeriksa pokok perkara,” sebutnya.
Ia menjelaskan, kasus yang sudah NO, dapat diajukan kembali dengan gugatan yang sama, karena belum ada keputusan pengadilan.
Sedangkan kalau dinyatakan kalah berarti sudah ada kekuatan hukum tetap, dan tidak dapat mengajukan gugatan yang sama. Opsinya yaitu jalur banding.
Sementara kasus yang dihadapi kliennya, yakni Idawaty masih dapat diajukan kembali karena belum ada kekuatan hukum tetap.
Idawaty Pasuba selaku penggugat juga menegaskan dirinya belum kalah dalam pengadilan seperti yang pernah beredar di pemberitaan.
“Jadi saya tegaskan tidak pernah kalah, tapi NO. Alasan hakim waktu itu karena ketiga penggugat tidak semuanya hadir. Hanya saya yang hadir waktu itu karena dua orang saudara saya sedang di Aceh dan satunya di Sengkang,” bebernya.
Tidak Ada Niat Gugat Ibu
Idawati Pasuba (58), melayangkan gugatan yang melibatkan ibu kandungnya Agustina Sattu (78) di Pengadilan Negeri (PN) Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Idawati Pasuba melayangkan gugatan atas penjualan aset sawah keluarga.
Ia mengatakan, kasus ini melibatkan dirinya, selaku anak pertama sekaligus penggugat 1, saudarinya Yuliana Pasuba dan Suarnik Pasuba masing-masing pengguat 2 dan 3.
Kemudian adiknya Agustina Pasuba (56) selaku anak kedua dan tergugat 1, Agustina Sattu selaku ibu kandung sebagai tergugat 2, dan Agustinus selaku pembeli tanah sebagai tergugat 3.
Idawati menuturkan kasus ini bermula ketika adiknya Agustina Pasuba menjual tanah warisan keluarga, berupa sawah seluas setengah hektare sebesar Rp 60 juta kepada seorang pembeli bernama Agustinus.
Sawah itu terletak di Dusun Lapadia, Desa Lare-lare, Kecamatan Bua, Luwu.
“Pada tanggal 12 Maret 2019, Agustina Pasuba menjual sawah warisan keluarga seharga Rp 60 juta ke Agustinus melalui telepon, lalu uangnya di transfer ke rekening Agustina Pasuba,” kata Idawati Pasuba, Selasa (4/5/2021).
Menurutnya, penjualan tanah dilakukan sepihak dan tidak ada persetujuan dari seluruh ahli waris. Juga tidak ada surat akta jual beli ataupun sertifikat, hanya ada kuitansi bukti pembelian.
Menurut dia, Agustina Pasuba telah meminta ibunya Agustina Sattu bertanda tangan di kuitansi pembelian.
“Jadi otomatis ibu saya juga terseret namanya ke pengadilan karena beliau yang bertanda tangan. Dia berusaha jadikan ibu saya sebagai tameng untuk melawan saya,” paparnya.
Tanah yang dijual baru diketahui Idawati Pasuba pada 5 Juli 2019. Kemudian dilakukan mediasi yang disaksikan kepala Dusun Lapadia dan Kepala Dusun Lare-lare di Desa Lare-lare, Kecamatan Bua.
Mediasi dihadiri ibu kandung Idawati Pasuba yaitu Agustina Sattu, Agustina Pasuba dan satu orang adiknya Martinus.
Hadir pula beberapa orang lainnya yaitu Bapak Tappi, Bapak Rio (tatangga), dan Bapak Meri (ketua RT).
Mediasi menghasilkan kesepakatan keluarga bahwa hasil penjualan tanah digunakan untuk membangun rumah lama menjadi rumah keluarga. Terdiri dari delapan ruang kamar lengkap ruang tamu/dapur dan toilet.
“Sebagaimana kami delapan bersaudara dengan harapan kelak rumah tersebut tidak dimonopoli oleh satu orang, tetapi dimiliki anggota keluarga,” jelasnya.
Namun seiring berjalannya waktu, kesepakatan dalam mediasi yang ditandangani dengan materai tersebut, lanjut Idwati Pasuba dilanggar oleh Agustina Pasuba.
Dia memilih membangun rumah tersebut dengan rencananya sendiri.
“Lalu dia giring opini bahwa kami tidak mau ikut membangun rumah, lalu dia bangun dengan rencananya sendiri dan melanggar kesepakatan mediasi,” sebutnya.
Selanjutnya, Agustina Pasuba menyarankan kepada Idawati Pasuba agar masalah ini diselesaikan di pengadilan.
“Sebaiknya masalah ini diselesaikan di pengadilan, kamu duluan saya di belakang,” ujar Idawati Pasuba menirukan Agustina Pasuba.
Atas dasar tersebut, Idawati Pasuba melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Belopa.
Idawati menegaskan tak pernah punya niat untuk menggugat ibunya.
Hanya saja, nama ibunya ikut dalam kuitansi sebagai yang bertanda tangan sehingga secara otomatis ibunya terseret.
Padahal kata dia, lawan sengketa sebenarnya adalah adiknya Agustina Pasuba.
“Keinginan saya cuma satu yaitu membatalkan hasil penjualan tanah tersebut, karena itu ilegal, tanah warisan dijual tanpa kesepakatan keluarga dan tidak ada surat-surat,” ujarnya.
Ia menyampaikan klarifikasi ini, karena sebelumnya beredar pemberitaan yang mendiskreditkannya.
“Padahal fakta sebenarnya tidak seperti itu,” paparnya.
Idawati juga memperlihatkan sebuah surat bukti kepemilikan tanah tertanggal 30 September 2009.
Dalam surat tersebut bertanda tangan pihak kesatu Agustina Sattu dan pihak kedua yakni Idawati Pasuba, Arni Pasuba, Martinus Pasuba, Jhony Pasuba, Agustina Pasuba, dan Yuliana Pasuba, yang diketahui Kepala Desa Lare-lare Sarifuddin.
Kini persoalan tersebut masih dalam proses mediasi oleh PN Belopa.(*)