Direktur Pusdiklat JOIN Zulkarnain Hamson Kritisi Kasus “Becce” yang Diduga Lecehkan Profesi Wartawan

Direktur Pusdiklat JOIN Nasional, Zulkarnain Hamson (Foto: zulkarnainhamson.com)

MEDU-ONLINE | Menyikapi kasus Becce versus Wartawan, Direktur Pusdiklat DPW JOIN Sulsel, Zulkarnain Hamson, S.Sos, M.Si merasa perlunya solidaritas sekaligus pembenahan terhadap profesi wartawan melalui organisasi pers masing-masing.

Pak Zul, demikian jurnalis senior ini akrab disapa, mengatakan, kejadian di SMA 5 Makassar oleh oknum staf sekolah tersebut adalah peristiwa yang timbul akibat kurangnya kesadaran dan pemahaman akan kemitraan yang mutual dan tidak berlandaskan semata pada ketergantungan peran dan fungsi.

Bacaan Lainnya

Lebih jauh, akademisi itu menyatakan, kemitraan mutual dalam praktiknya adalah mewujudkannya dalam bentuk kerjasama multi Pihak (KMP) yang memberi ruang kepada berbagai pihak, atau saat ini lebih banyak disebut dengan istilah Model Penta-Helix (merangkul Pemerintah, Akademisi, Swasta dan Filantropi, Kelompok Masyarakat, dan Media di dalamnya sebagai satu kesatuan).

“Arogansi pemerintah dalam menjalankan sendiri roda pemerintahan disadari sebagai kekeliruan. Sebagai contoh pada tingkat desa, untuk mencapai desa wisata, desa cerdas, desa pintar dan lain sebagainya,” sambung Zul, dalam keterangan persnya, Jumat (1/10/2021).

“Semua (tujuan program) tidak akan tercapai tanpa elemen lain, dan yang terakhir adalah media.”

Masih kata Akademisi di UIT Makassar itu, “ada pertanyaan bagi komunitas media, sudahkan kita menyiapkan diri secara profesional? memasuki kerangka kerja profesional itu?” tanyanya.

Program ini disadari oleh seluruh negara di keanggotaan PBB, artinya masalahnya merata dihampir semua negara.

“Menilik kasus SMA 5, saya melihat konstruksinya melibatkan bukan hanya pers. Karena ternyata ada LSM. Kita mesti memilah untuk bisa sampai pada menjelaskan bahwa yang menerima amplop adalah wartawan atau LSM atau ada praktik mengawinkan keduanya,” tandasnya.

Menurut Zulkarnain, jika ada LSM Pers, maka ketentuan Dewan Pers, telah dilanggar atau sama halnya dengan kepatuhan pada kode etik.

“Jika merujuk pada kode etik, wartawan tidak diperkenankan berprofesi ganda, sebagai LSM, Politisi, atau hal apa saja yang menimbulkan konflik kepentingan. Peran dan fungsi yang berimbal materi dalam bentuk apapun.  Di sisi lain, ego sektoral begitu kuat pada profesi wartawan.”

Hal ini juga memicu sikap mandiri dan tidak gampang dipersatukan. Saya di awal Pak Zulharmans  (maaf, saya lupa nama lengkapnya) menjadi Ketua PWI Pusat. Di Hotel Marannu, tahun 1990 saat itu beliau menerima saya dan kawan-kawan mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unhas, untuk berdiskusi.

Beliau katakan, “Wartawan itu profesi separuh seniman, sehingga mereka sulit untuk dihimpun dalam organisasi, karena ego akan karya,” katanya ketika itu.

(*)

Pos terkait