Duduk di Kursi Panas, Amri Arsyid Dikeroyok 34 “Kandidat Wali Kota Makassar”

MeduOnline, Makassar  ||  34 penulis buku “Jika Saya Menjadi Wali Kota Makassar” melaunching hasil karyanya di Hotel Alauddin Convention Center pada Minggu (13/10/2024).

Acara bersambut dengan diskusi yang bertajuk “Mengutui Isi Kepala Calon Wali Kota Makassar”, diselenggarakan oleh Komunitas Anak Pelangi (K-Apel) dan Kampus Lorong berlangsung sangat menarik dan juga panas.

Acara yang menghadirkan Calon Wali Kota Makassar nomor urut 4 Muhammad Amri Arsyid untuk duduk di kursi panas dan bersedia untuk “dikutui” atau dikulik isi kepalanya terkait “nekad” nya dia ingin menjadi wali kota Makassar.

Acara yang dipandu oleh Arwan D Awing (Humas Jurnalis Online Indonesia) dihadiri oleh sebagian besar penulis buku “Jika Saya Menjadi Wali Kota Makassar”.

Acara diskusi buku ini juga diselingi dengan pembacaan puisi Sajadah Walikota yang dibawakan oleh M. Amir Jaya dan puisi Jika Saya Menjadi Wali Kota oleh Ibu-ibu K-Apel, serta pembacaan puisi dwi bahasa berjudul Punna Inakke Walikota dibawakan Syahril Patakaki.

Amri Arsyid menjadi calon Wali Kota Makassar pertama, yang duduk di kursi panas untuk dikeroyok oleh 34 kandidat wali kota atau penulis ini menyatakan alasan kuatnya untuk menjadi wali kota.

Dirinya menyatakan bahwa panduannya untuk maju sebagai calon Wali Kota Makassar itu berlandaskan pada Surah At-taubah ayat 128 yang artinya: “Sesungguhnya telah datang kepadamu se-orang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.”

Amri yang juga Ketua DPW PKS Sulsel ini juga menyoroti tentang bagaimana kota Makassar menjadi hunian yang aman dan nyaman.

Lebih lanjut lagi, ia menuturkan bahwa pentingnya budaya dan kesenian itu diterapkan sejak dini.

“Mungkin kita masih ingat dahulu, bagaimana kita diajarkan untuk “appatabe” jika kita mau lewat dihadapan orang. Budaya-budaya seperti inilah yang mesti kita hidupkan dan budayakan kembali di masyarakat kita,” ujar calon wali kota usungan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Amri juga menyoroti bahwa pentingnya sentuhan seni dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), karena menurutnya tanpa sentuhan seni RPJMD itu akan terasa kering.

“Jadi pemimpin itu harus memiliki jiwa seni dalam penyusunan berbagai program,” tandasnya.

Menyikapi hal itu, Sutradara Teater dan juga Budayawan Yudhistira Sukatanya, sangat menyetujui bahwa pemimpin itu harus memiliki jiwa seni.

“Bahkan dibeberapa kesempatan saya sering menyampaikan kepada Dek Awing ini, agar sering-sering membaca puisi supaya hatinya jadi lembut,” ungkap Sutradara Sang Karaeng di IGD ini.

Ia juga menyoroti terkait tidak adanya gedung-gedung kesenian di kota Makassar.

“Saya mencatat saat ini, kelompok-kelompok seni teater saat ini hanya tersisa 3. Ini sangat miris untuk kota sebesar Makassar yang merupakan gerbang Indonesia Timur. Saya berharap agar pemimpin kota Makassar ke depan bisa kembali membuat ruang-ruang berkesenian,” kuncinya.

Di sisi lain, Aslam Katutu yang secara gamblang menyebut dirinya pendukung paslon nomor 1 (Mulia) mengkritik keterlambatan Amri Arsyid di acara tersebut. Ia bahkan berani menanyakan, mengapa Amri Arsyid nekad menjadi calon wali kota Makassar.

Diskusi semakin “panas” ketika Pemerhati Tata Ruang dan Lingkungan Muttaqin Azikin angkat bicara terkait beberapa fakta yang tidak diindahkan oleh wali kota sebelumnya.

Ia bahkan berseloroh bahwa dia tidak menyumbangkan tulisan di buku ini, karena memang dirinya tak berniat jadi wali kota.

Direktur Ma’Refat Institute ini juga menekankan agar acuan pemerintah dalam RPJP dan RPJMD harus dilakukan karena ini diatur di Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014.

“Di sini kita bisa memilah di mana visi misi daerah dan visi misi kepala daerah,” tegasnya.

Ia juga menyinggung bahwa mengapa kota Makassar saat ini sangat terasa panas, hal ini karena adanya kekeliruan dalam hal tata ruang ruang.

“Saat ini Kota Makassar menjadi kota terpanas ke-dua setelah Jeddah, hal ini karena ambisi ingin melihat Makassar menjadi kota dunia, sehingga mengabaikan ruang terbuka hijau, sehingga saat ini kota Makassar menjadi terasa panas.

Di sesi lain, Amri menyatakan bahwa apa yang dia cari-cari saat ini, ada di ruangan ini. Dia bahkan berharap agar ada pertemuan non formal berikutnya untuk membuat program dan gagasan terkait kota Makassar.

Diskusi “Mengutui Isi Kepala Calon Wali Kota Makassar” ini dihadiri lebih kurang 50 orang peserta di antaranya, Dr Fadli Andi Natsif (Akademisi), Dr Syafruddin Muhtamar (Akademisi) Dr Dirk Rukka Sandarupa (Akademisi) Muhammad Amir Jaya (Penyair), Yudhistira Sukatanya (Sutradara), Zahir Juana Ridwan (Seniman Pantun) Andi Marliah (Penyair), Muliati Mastura (Akademisi), Murnih Aisyah (Akademisi), Muhammad Arafah (Wartawan), M Rusdi Embas (Wartawan), Asnawin Aminuddin (wartawan), Ali Mitos (wartawan) Adnan Achmad (wartawan) serta para ibu komunitas Anak Pelangi dan para aktivis pemuda dan mahasiswa.

Pos terkait