EDITORIAL: Strategi Mengulur-ngulur Waktu Versus Hukuman Sosial, Dalam Kasus yang Menjerat Ome

DARAH muda adalah darah yang berapi-api, kata bang Haji Rhoma Irama, punggawa Soneta grup lewat lirik lagunya dalam tembang “Darah Muda”. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu musabab calon walikota Palopo nomor urut dua, Akhmad Syarifuddin yang diinisialkan AS, yang terhitung masih muda itu, yang kemudian harus menjadi ‘pesakitan’ oleh Sentra Gakkumdu, sebuah tim khusus yang diberi peluru oleh undang-undang untuk menjerat pelaku pidana pemilu ataupun Pilkada.

Kasus yang menerpa Ome, sapaan akrab Cawalkot dari Partai Hanura dan Gerindra ini adalah bukan barang sepele dua pele. Lantaran Hate Speech atau Ujaran Kebencian ini pula yang memelorotkan elektabilitas Gub. DKI Ahok saat itu, di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2016 silam. Karena ‘rajin’ memaki lawannya Ahok pun tergelincir dalam sebuah drama yang penuh kontroversial.

Bacaan Lainnya

Nah, dapatkah Ome lolos dari jeratan hukum meski yang bersangkutan berdalih sedang sibuk mengurus urusan partai di Jakarta?

Agaknya masih memerlukan kajian lebih dalam, sebab semakin lama wakil walikota non aktif ini memainkan strategi mengulur-ngulur waktu akan membuat citra ‘Muda, Cerdas dan Amanah’ yang kadung tersemat sesuai tagline yang sempat ia usung bisa berubah menjadi petaka, sebab “hukuman sosial” akan jadi lebih liar dan melekat dalam benak publik dibandingkan misalnya jika ia patuh pada hukum dan tidak terkesan abai pada Sentra Gakkumdu yang memang diberi wewenang penuh mengurusi delik hukum Pemilihan Umum Kepala Daerah alias Pilkada.

Berikut secara runut, kronologis kasus Ome yang sempat viral media sosial ini;

21 Februari Ome berpidato di depan massa simpatisannya, saat peresmian salah satu Posko Ome-Bisa di Jalan Carede/Tenriadjeng Palopo.

27 Februari AS alias Ome dilaporkan ke Panwaslu oleh warga (nama dirahasiakan).

28 Februari Gakkumdu melakukan rapat terkait sejumlah laporan yang masuk termasuk Kasus Ome.

Dalam rapat disimpulkan ada unsur pidana sehingga laporan pun ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan oleh pihak Gakkumdu.

29 Februari Gakkumdu sepakat menyerahkan kasus ini pada pihak Polri (bukan Polres), selaku koordinator penyidikan Sentra Gakkumdu untuk selanjutnya diadakan pendalaman dan penyidikan pada tim penyidik.

9 Maret Setelah pemeriksaan sejumlah saksi termasuk tiga saksi ahli yakni saksi bahasa, saksi ITE dan saksi ahli hukum pidana, Gakkumdu sampai pada penetapan status Tersangka (TSK).

AS alias Ome dinyatakan memenuhi tiga unsur alat bukti permulaan yang cukup yakni saksi ahli, barang bukti video digital ujaran kebencian di muka umum dan bukti petunjuk/saksi peristiwa saat kejadian.

12 Maret Gakumdu melayangkan surat pemanggilan pertama, tetapi TSK AS (Ome) tidak dapat hadir.

14 Maret Gakumdu melayangkan surat pemanggilan kedua, lagi-lagi TSK AS (Ome) tidak hadir.

16 Maret Tim Pemenangan AS/Ome mendatangi Gakkumdu dan memberi penjelasan soal ketidakhadiran Ome di pemanggilan kedua. Mereka yang datang adalah Ketua Tim Juhanis, Juru Bicara Sharma Hadeyang dan Koordinator Media, Awal Salman.

19 Maret siang Gakkumdu menyambangi kediaman AS/Ome di Jalan Dahlia Raya dan diterima ibu serta istri AS. Tetapi menurut sang istri, Ome masih berada di Jakarta. Jemput Paksa pun gagal dilakukan oleh pihak Gakkumdu.

19 Maret sore Gakkumdu menggelar jumpa pers yang menyatakan sedang menyiapkan upaya paksa bilamana Tersangka Ujaran Kebencian tersebut tidak juga kooperatif.

“Telepon selulernya tidak pernah aktif dan yang bersangkutan tidak menunjukkan iktikad yang baik untuk menegakkan hukum,” kata AKP Ardy Yusuf anggota penyidik Polri di Sentra Gakkumdu, Senin sore di Kantor Panwaslu Jalan Anggrek Raya Kel. Tompotikka Kec. Wara, Kota Palopo.

Kasus ini sendiri memantik polemik, berujung kontroversi manakala ada pihak yang mencoba mengaburkan dan mencampuradukkan kewenangan, antara Panwaslu dan Gakkumdu demi menggiring opini publik yang terbukti gatot alias gagal total. Agaknya, tekad menegakkan hukum baru sebatas wacana manis di warung kopi para pejabat kita. Entahlah….(*)

Pos terkait