MEDU-ONLINE, PALOPO | Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Perjuangan BBM Subsidi menggelar aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) yang ditetapkan oleh pemerintah pada Minggu, 03 September 2022 lalu.
Aksi itu berlangsung di depan Taman Mahkam Pahlawan di Salubulo, tepatnya di Jl. Dr. Ratulangi, Salobulo, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo, Senin siang, (4/9/2022).
Bentuk penolakan tersebut, demonstran membentangkan spanduk yang bertulisan “BBM naik rakyat tercekik”.
Adapun tuntutannya, antara lain, menolak kenaikan harga BBM Bersubsidi dan berantas Mafia minyak atau BBM.
Aksi Demonstrasi yang dilakukan oleh Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Palopo dan Komando Wilayah Gerakan Aktivis Mahasiswa Luwu Raya yang berpayung dalam Aliansi Front Perjuangan BBM Subsidi, melakukan Long March dari titik awal traffic light Salubulo sampai pada Taman Makam Pahlawan (TMP) melakukan orasi dan aksi simbolik dengan mendorong motor sebagai bentuk protes.
Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah menaikan harga BBM Subsidi tidak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi Covid-19, terlebih pada ketika BBM di naikkan akan sejalan dengan naiknya kebutuhan bahan pokok yang mengakibatkan daya beli dari masyarakat akan menurun dan nantinya akan terjadi inflasi.
Rihal yang biasa di sapa Corsa, selaku Jenderal Lapangan (Jenlap) dalam orasinya mengatakan, “dengan adanya kebijakan pemerintah menaikan BBM jenis Pertalite dan Solar bersubsidi akan sangat berdampak ke masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat semakin sulit yang akan mendorong pada jurang kesenjangan sosial yang semakin dalam.”
Selain itu, dia menilai, bahwa kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Pertalite dan solar akan memicu kenaikan harga logistik di berbagai sektor. Pasalnya BBM merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia dalam untuk mendistribusikan barang.
“Kenaikan harga BBM bukan hanya memicu kenaikan biaya transportasi, melainkan kenaikan BBM juga akan membuat harga bahan-bahan logistik meningkat dan secara tidak langsung akan mendorong kenaikan biaya-biaya lainnya.”
Wakil Jenderal Lapangan, Budhi, dalam orasinya menegaskan penolakan terkait kenaikan BBM subsidi, yang harga semula BBM jenis Pertalite Rp7.650/liter menjadi Rp10.000/liter.
Pertamax Rp12.500/liter menjadi Rp16.000/liter.
Solar dari Rp5.150/liter menjadi Rp7.200/liter dan lebih mirisnya BBM subsidi tidak tepat sasaran.
“Kita melihat kenaikan BBM bersubsidi yang dilakukan oleh pemerintah sangatlah tidak ideal padalah kita dalam posisi transisi dari pandemi menuju endemi. Lebih mirisnya sebanyak 80% BBM subsidi dinikmati oleh kalangan atas dan hanya 20% masyarakat kalangan bawah yang menikmatinya. Artinya BBM subsidi tidak tepat sasaran,” tutup Budhi dengan tegas.
(*)