GREENPEACE sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam bidang lingkungan menyebut bahwa penyelewengan izin pembukaan lahan sebabkan dampak fatal banjir di Kabupaten Luwu Utara.
Melalui akun Instagram resminya, organisasi yang memiliki cabang di lebih dari 40 negara itu menguatkan pernyataan mereka dari sebuah hasil penelitian ilmiah dalam Journal of Physics 2019.
“Luwu Utara disebut sebagai salah satu daerah dengan resiko tinggi banjir mengingat wilayah hulu sungai di Masamba terjadi degradasi akibat banyak kawasan yang dialihfungsikan,” tulis Greenpeace, Selasa (21/7/2020).
“Banjir bandang pun rawan terjadi lantaran intensitas hujan ekstrim terkait krisis iklim,” tambahnya.
Tak lupa, organisasi internasional itu berharap masyarakat yang terkena dampak bencana diberikan kekuatan dan ketabahan melalui musibah itu.
Sebelumnya, Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani menampik tudingan sejumlah pemerhati lingkungan soal pembukaan lahan dalam skala massif di hulu sungai.
Bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan itu menegaskan bahwa bencana banjir bandang yang menyapu wilayahnya adalah murni bencana alam.
“Kalau kita melihat materialnya itu pasir, sebagian besarnya didominasi pasir lalu kayu. Jadi kayu itu adalah kayu yang sudah lama, ada dengan akar-akanya, artinya itu tidak ada ukuran sebagaimana kita ketahui kalau ada ilegal logging begitu. Nah itu kita temukan seperti itu,” jelas Indah.
Tak hanya itu, Indah juga menyampaikan bahwa hasil pantauan udara di hulu sungai dengan menggunakan Drone memperlihatkan ada banyak titik longsor di hulu. Hal ini diperparah oleh tingkat curah hujan yang tinggi, katanya.
Tapi tangkisan bupati ini dibantah Doni Monardo, Kepala BNPB.
Doni menyatakan, ada alih fungsi hutan jadi lahan untuk pertanian dan pertambangan di hulu, yakni, di bagian atas Gunung Lero. Ada pula dugaan penyerapan air ke dalam tanah tidak terjadi maksimal saat hujan lebat akibat hulu gundul, hingga menyebabkan air mengalir bebas menerjang di bagian hilir dan permukiman padat penduduk.
Secara terpisah, Raditya Jati, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB mengatakan, peralihan fungsi lahan di Luwu Utara dan sekitar menjadi salah satu penyebab banjir terlihat dari membandingkan gambaran lewat drone antara 2014, 2019 dan 2020 saat terjadi bencana.
“Dari sini (peta) terlihat mulai ada galian (2017) hingga muncul galian seluas 60 hektar (2018),” katanya.
Pada, 30 Agustus 2019, galian masih terbuka, namun pada 14 Oktober 2019, galian sudah tertutup vegetasi berarti sudah ada upaya perbaikan lahan tetapi muncul galian baru di bagian atas seluas 26 hektar.
Perubahan ekosistem dan alih fungsi lahan di wilayah selatan, perlu jadi perhatian. Dia bilang, perlu ada kesadaran kolektif bahwa, saat penduduk makin bertambah dan kebutuhan lahan pertanian makin banyak, harus mengutamakan dan menjaga keseimbanga alam.
“Jangan sampai alam terganggu karena kita mengelola tidak tepat.”
Sumber: Lagaligo Pos