Jika tidak melakukan kerja benar, dan kontrol ketat, Kopertis bisa menjadi sumber malapetaka bagi pendidikan tinggi di Makassar.
Demikian diungkapkan salah seorang lulusan Universitas Veteran Republik Indonesia (UVRI), Samsuriadi R, menyikapi kian berlarutnya masalah di internal institusi yang pernah ditempatinya kuliah.
Rencana Kopertis Wilayah IX Sulawesi mengizinkan Universitas Pejuang RI (UPRI) melakukan wisuda ke 3 menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat, “Bagaimana mungkin universitas berdiri tahun 2015 dan saat ini berumur 2 tahun melahirkan sarjana S1,” ujarnya.
Padahal semua orang tahu rata rata waktu belajar program S1 adalah empat tahun. Sambung Samsuriadi, yang kini mengelola perusahaan konsultan pertambangan di Kalimantan Timur.
Sebelumnya ramai diberitakan, Univeristas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar, akan melaksanakan Wisuda yang akan diselenggarakan oleh UPRI yang baru berumur 2 tahun, dengan jumlah wisudawan mencapai 1000 lebih wisudawan.
“Itu perlu diinvestigasi oleh pihak berwenang, dalam hal ini Kemenristek Dikti,” ujarnya.
Pihak yang bersengketa di yayasan, ujar Syamsuriadi, mestinya memperhatikan ‘Petisi Samarinda’ yang ditandatangani dirinya bersama Andi Gau, Tajuddin, Ashar, Lutfi, mewakili Ikatan Alumni (IKA UVRI).
“Kopertis jangan mengabaikan aspirasi alumni, karena merekalah juga yang menjadi korban, selain adik mahasiswa,” ujarnya.
Hal ini sejalan dengan Program Presiden RI untuk menata universitas dan menutup serta mencabut izin universitas yang melanggar peraturan perundang undangan tentang Perguruan Tinggi, termasuk universitas, sekolah tinggi dan akademi yang mengeluarkan ijazah palsu.
Selain itu ada masalah konflik yayasan, perguruan tinggi fiktif, dan perebutan jabatan rektor serta sikap Kopertis yang tidak netral dalam menangani masalah perguruan tinggi.
Dalam hal ini Kemenristek Dikti sudah menemukan 780 kasus perguruan tinggi bermasalah termasuk universitas, sekolah tinggi, dan akademi di seluruh Indonesia termasuk perguruan tinggi yang melakukan wisuda sebelum waktunya atau mewisuda lebih banyak jumlah mahasiswa daripada mahasiswa yang terdaftar resmi dan mengikuti perkuliahan.
Praktik jual beli ijazah saat ini ditengarai didahului acara wisuda untuk nengelabui para wisudawan yang sesungguhnya menerima ijazah yang tidak terdaftar di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT).
Saat ini Kemenristek Dikti juga melakukan penataan dan penertiban PDPT yang banyak disalahgunakan oleh oknum oknum penjual ijazah palsu.
Sangat disayangkan Kopertis yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan Kemenristek Dikti di daerah memperbaiki sistem pendidikan di daerah, malahan ikut dalam praktek ilegal wisuda dan pemberian ijazah kepada orang orang yang belum waktunya diluluskan.
Kopertis wilayah IX, yang berusaha dikonfirmasi menyebutkan semua kegiatan wisuda harus mengikuti ketentuan dan aturan. “Kalau soal wisuda UPRI, mereka sedang siapkan datanya, kita tunggu saja,” ujar, salah seorang staf, yang tak mau disebutkan namanya.
Pihak UPRI belum mengeluarkan pernyataan resminya, karena Rektor UPRI sedang berada di luar negeri. Sumber dalam menyebutkan sinkronisasi data universitas dan kopertis sedang diupayakan. Hanya rektor yang bisa memberikan keterangan resmi.
Sejumlah calon wisudawan memang terlihat sedang melakukan pengurusan administrasi wisuda. “Kami ikuti prosedur yang diatur UPRI, termasuk pembayaran,” ujar Ahmad, sembari mengatakan silahkan minta informasi ke bagian akademik universitas.(*)