MEDU-ONLINE | Luwu — Isu pungutan liar mengemuka di sejumlah portal berita utamanya di sejumlah kawasan wisata di Luwu membuat pemuda mahasiswa asal Kecamatan Bua Kabupaten Luwu ini ikut bersuara.
Sebelumnya beredar kabar jika tempat wisata alam Permandian Pakkalolo yang berada di Desa Lengkong Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, setiap pengunjung yang datang ditarik retribusi yang dimintakan kepada setiap kendaraaan yang melintas yang tertulis dalam karcis masuk sebesar Rp10.000.
Menyikapi isu ini, Muh Ardianto Palla yang biasa disapa Apet, ikut menyoroti dugaan pungli tersebur.
Ia menilai Pemerintah Desa Lengkong telah keliru dalam menerapkan Peraturan Desa-nya (Perdes) tentang penarikan retribusi wisata permandian alam Pakkalolo. Menurut Apet, pihak Pemdes Lengkong telah menyamaratakan semua kendaraan yang melintas di jalan tersebut, padahal jalanan itu adalah jalanan umum.
“Objek Peraturan Desa penarikan retribusinya itu kan Wisata Permandian Alam Pakkalolo, bukan jalanan menuju ke tempat wisatanya, jadi jangan disamaratakan semua kendaraan yang melintasi jalan tersebut,” ujar mahasiswa Fak. Hukum Unanda Palopo itu.
Muh Ardianto menambahkan, jika memang dalam Peraturan Desa Lengkong ini juga mengatur soal objek penarikan retribusi jalanan umum yang ada di Desa Lengkong, adalah kesalahan yang sangat fatal sebab Peraturan Desa soal retribusi tersebut tidak dibenarkan oleh Undang-Undang.
“Pemerintahan Daerah saja dilarang memungut atau menarik retribusi terhadap pengguna jalanan umum apalagi jika Pemerintahan Desa,” tegas Apet.
Lanjutnya, jalanan umum tersebut juga bukan hanya melintasi atau mengarah ke Wisata Alam Permandian Pakkalolo saja, akan tetapi masih ada beberapa tempat wisata lainnya ditambah beberapa dusun juga masuk dalam rute jalan umum yang bisa dilewati pengendara yang ditarik retribusinya tersebut.
Tempat wisata yang bisa dilalui pengendara lewat jalur jalan tersebut antara lain Wai’Tiddo dan Wisata Batu Kodok, serta ada 3 Dusun dari Desa Bukit Harapan yang biasanya melalui Jalan Desa Lengkong dan tembus ke dusun-dusun di wilayah itu.
“Jalan itu bukan hanya menghubungkan Wisata Alam Permandian Pakkalolo saja, tapi jalanan itu, juga bisa menghubungkan tempat wisata lainnya, seperti Wisata Wai’tiddo dan wisata permandian Batu Kodok, ditambah lagi masih ada 3 dusun dari Desa Bukit Harapan di mana Jalan Desa Lengkong ini juga bisa menghubungkan ke dusun-dusun tersebut,” tambah aktivis mahasiswa ini.
Apet yang juga selaku Jenderal Komando Luwu Raya berharap banyak kepada Pemerintah Kabupaten Luwu agar meninjau kembali Peraturan Desa Lengkong tentang penarikan retribusi terhadap Wisata Alam Permandian Pakkalolo. Ia memberikan koreksi dan masukan kepada Pemerintahan Desa Lengkong agar Peraturan Desa-nya tersebut selaras dengan tujuan dibuatnya hukum, yakni, adanya kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukumnya.
“Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa atau sering disebut dengan UU Desa, Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD. Peraturan Desa (Perdes) merupakan kerangka hukum kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di lingkup desa. Penetapan Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum,” demikian pungkas Apet. (*)