MAKASSAR – Universitas Hasanuddin menggelar seminar dan workshop literasi kewirausahaan industri kreatif sektor pertanian dan perkebunan bagi mahasiswa dan generasi muda, Rabu (8/11/2017). Seminar dengan jargon, “Jadilah Petani Milenial” tersebut digelar di Aula Prof Mattulada Fakultas Ilmu Budaya Unhas.
Adapun pemateri dalam seminar dan workshop tersebut adalah dosen Fakultas Pertanian Unhas Untung Senopati, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indrayani, Peneliti Insist Nurhady Srimorok dan Cocoa Doktor Nahrul. Kegiatan itu sejumlah pengusaha, mahasiswa, dosen dan dan staf civitas akademika dari berbagai perguruan tinggi di Makassar.
Dalam kegiatan itu, Untung Senopati diberikan kesempatan pertama memberikan materi. Dia lebih banyak menjelaskan mengenai riset penelitian mahasiswa soal pertanian dan perkebunan di Sulsel.
“Beberapa riset dan penelitian dilakukan mahasiswa Fakultas Pertanian bergerak pada sektor kewirausahaan. Ini menunjukkan potensi kewirausahaan pertanian dan perkebunan di Sulsel sangat besar,” kata Untung.
Sementara, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indrayani menjadi pemateri kedua. Dia banyak memaparkan keunggulan pertanian dan perkebunan di wilayah Luwu Utara. Salah satunya, kakao.
“Potensi ekonomi unggul yang dimiliki Kabupaten Luwu Utara yaitu kakao. Dan ini, yang terus kami kembangkan mulai menghadapi tantang hingga kebijakan strategis,” kata Indah.
Bupati Indah juga mengatakan, sektor pertanian masih kurang diminati generasi muda padahal jika ingin cepat kaya, jadilah petani kakao. Bahkan, Indah sempat menyinggung kehidupannya sebagai bupati petani.
“Jika ingin kaya jadilan petani kakao. Jangan pernah takut pada tanah karena kita akan kembali ke tanah nantinya,” ucapnya bupati perempuan pertama di Sulsel ini.
Untuk pemateri ketiga, Nurhady Sirimorok seorang peneliti Insist. Dia mengaku miris dengan kurangnya minat para pemuda untuk mengembangan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan yang ada di desa padahal hasilnya sangat menjanjikan.
“Saya pernah diskusi dengan pemuda yang ada di desa-desa di Luwu Utara dan Timur. Mayoritas memilih untuk bekerja di Marowali bidang pertambangan karena mereka berpikir bahwa pekerjaan tersebut menjanjikan karena setiap bulan dapat memperoleh penghasilan tetap dibanding harus menggarap kebun yang ada di desa,” ucapnya.
Hal itu juga, kata Nurhady, dipengaruhi stigma orang tua terhadap anaknya. Para orang tua membanting tulang menghasilkan dana untuk menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang tinggi universitas agar anaknya kelak tak menjadi petani.
“Mereka (orang tua) tak ingin anaknya menjadi seorang petani misalnya petani kakao seperti mereka. Jika ada anak yang sarjana kemudian kembali ke desa merupakan sarjana yang dianggap gagal,” terangnya.
Dan, pemateri terakhir adalah seorang berstatus Cocoa Doktor, Nahrul. Dia menceritakan dirinya seorang petani kakao yang kini menyandang gelar Cocoa Doktor. Gelar tersebut diraihnya dari hasil training Agronomi dan Bisnis di Mars Academy.
a mengajak bagi peserta khususnya mahasiswa untuk mengubah pemikiran bekerja di sektor pertanian. Jika lahan baik pertanian maupun perkebunan dikelola dengan baik dapat menghasil keuntungan yang lebih besar.
“Mindset mengenai petani yang hanya bekerja kotor-kotor diubah. Jika dikelola dengan baik hasil pertanian maupun perkebunan profit yang kita dapatkan dapat melebihi gaji-gaji pejabat,” jelasnya.(*)