Sebelum Naik ke Grasi, Kejagung Sudah Menunda Eksekusi Baiq Nuril

JAKARTA — Ternyata Kejaksaan Agung lebih cepat ambil keputusan kasus perekaman percakapan mesum, Baiq Nuril, dari pada kita korban yang dibalik jadi tersangka itu menempuh jalur hukum terakhir pengumpulan (grasi) ke Presiden Joko Widodo.
” Setelah diskusikan, kita kaji kembali akhirnya kita mengambil kebijakan menunda eksekusi tersebut dengan mendesak supaya Baiq Nuril segera mengajukan PK,  sebut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Mukri, seperti yang dilansir Detikcom, siang tadi dan dikutip Join News Network (JNN) , Senin (19/11/2018) petang, seraya menambahkan dengan pertimbangan persepsi keadilan yang berkembang terus di masyarakat, perlu jadi pertimbangan guna mendapatkan keadilan.

Kasus Nuril ini bermula saat Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, menelepon Nuril dan menggoda serta berbicara kotor berbau mesum pada 2012. Omongan itu direkam Nuril. Kasus pun bergulir ke pengadilan dengan Nuril dijerat jaksa dengan UU ITE karena merekam tanpa izin.
Awalnya Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Tapi, di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung, Nuril dinyatakan bersalah dan dihukum enam bulan penjara serta denda Rp 500 juta.

Jokowi saat di Lamongan, memintah Baiq Nuril, melakukan upaya hukum Peninjaun Kembali (PK)ke Mahkamah Agung. Karena janji Presiden Joko Widodo, baru bisa membantu mendapat keadilan saat masuk ke permintaan grasi.

Pasalnya, Jokowi mengatakan, dirinya tak bisa mengintervensi kasus tersebut. Namun, dia baru bisa turun tangan jika PK yang diajukan Nuril ditolak.

Untuk itu, putusan penundaan eksekusi ini menurut Mukri berlaku hingga putusan Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril. Makanya,
Baiq Nuril dan pengacara didorong mengajukan PK atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Mukri menegaskan, Baiq Nuril terbukti bersalah sesuai putusan MA karena melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE jo. Mengutip putusan MA, Baiq Nuril menurutnya terbukti bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapannya dengan mantan atasannya berinisial M saat Baiq Nuril menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.

“Perbuatan yang bersangkutan adalah ketika dia mengetahui ada perselingkuhan antara si pelapor, kemudian dia rekam. Setelah direkam kemudian oleh yang bersangkutan itu dipindahkan transfer ke laptop.Dengan dipindahkan ke situ ditransfer maka beredar rekaman itu,” papar Mukri.
Dari beredarnya rekaman ini, M melaporkan Baiq Nuril ke polisi hingga kasusnya disidangkan. Jaksa menuntut hukuman 6 bulan penjara, tapi majelis hakim PN Mataram memutus vonis bebas untuk Baiq Nuril.

“Sesuai SOP dan protap yang ada di kita, ketika jaksa menyidangkan suatu perkara dan diputus bebas maka hukumnya wajib mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Nah ternyata putusan kasasi MA justru menghukum terkdakwa dengan hukuman 6 bulan, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurngan , confirmed dengan tuntutan JPU,” sambung Mukri.

Sebelumnya pengacara Baiq Nuril, Aziz Fauzi menegaskan kliennya tidak melanggar UU ITE terkait tersebarnya rekaman pembicaraan dengan M yang menyinggung asusila.

Dari fakta persidangan di PN Mataram, Baiq Nuril menurut Aziz dinyatakan tidak terbukti mentransmisikan rekaman ke perangkat elektronik. Perpindahan rekaman ke laptop disebut Aziz dilakukan teman kerja Nuril.

“Itu substansi di persidangan sehingga kita tidak masuk pada domain itu,” ujar Mukri ditanya soal fakta persidangan PN Mataram.(DTK/JNN-NAS)

Pos terkait